Jumat, 04 Januari 2013

Perbedaan Coping stress antara mahasiswa etnis Jawa dan mahasiswa etnis Makassar (UNNES-UNM)

PROPOSAL PENELITIAN
METODE PENELITIAN KUANTITATIF

Perbedaan Coping stress antara mahasiswa etnis Jawa dan mahasiswa etnis Makassar (Penelitian pada Mahasiswa Universitas Negeri Semarang dan Mahasiswa Universitas Negeri Makassar).

Dian Puspitasari K
1171040103

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012
A.      Judul Penelitian :
Perbedaan Coping stress antara mahasiswa etnis Jawa dan mahasiswa etnis Makassar (Penelitian pada Mahasiswa Universitas Negeri Semarang dan Mahasiswa Universitas Negeri Makassar).

B.       Latar belakang masalah
              Keragaman kebudayaan  yang menyebabkan masyarakat di Indonesia menjadi unik dan berbeda dengan masyarakat lainnya di dunia. Kebesaran kebudayaan suatu masyarakat atau bangsa terletak pada kemampuannya untuk menampung berbagai perbedaan dan keberagaman dalam satu ikatan yang berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan demokrasi. Namun keberagaman tersebut menyebabkan kehidupan masayarakat Indonesia menjadi rawan konflik.
Tingkat kesulitan peran merupakan salah satu konflik perkembangan yang semakin bertambah pada  tiap tahap perkembangan yang lebih tinggi. Salah satu peran yang dianggap cukup berat adalah berperan sebagai mahasiswa. Menurut kamus besar bahasa Indonesia online Kemendiknas, mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Kamus besar bahasa Indonesia mengartikan maha berarti besar, dan siswa artinya pelajar. Maka kata tersebut memiliki makna pelajar yang besar, dimana mereka memiliki tanggung jawab yang lebih besar. Individu dalam menjalankan fungsi sebagai mahasiswa yaitu  agent of change (pembawa perubahan), Social control, (kontrol sosial), iron stock (mental/sifat baja), moral force ( penjaga moral) yang tentunya dibarengi dengan kemampuan intelektual, sosial, dan kemampuan psikologis untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagai seorang mahasiswa.
              Semua karakteristik tersebut, selayaknya dapat tercipta ketika individu dapat berinteraksi dan bersosialisasi. Dari interaksi dan sosialisasi tersebut tidak jarang  muncul suatu masalah. setiap individu memiliki cara yang berbeda dalam mengatasi konflik – konfliknya. Ada berbagai metode dalam menyelesaikan, menghadapi, menghindari, ataupun meminimalisir suatu masalah, akan tetapi tidak jarang kita menemui seseorang yang takut menghadapi suatu permasalahan dan tidak mencari jalan keluar yang bijak. Jika seorang indivdu salah atau kurang tepat dalam menyelesaikan suatu permasalahan, maka hasilnyapun akan kurang memuaskan, bahkan dapat menimbulkan gangguan dalam pikiran dan kejiwaannya, seperti depresi, stres dan gila.
              Stres merupakan hal yang akan dialami oleh setiap manusia. Karena dengan adanya stress tersebut, jika stres tersebut optimal, akan membuahkan tantangan dan motivasi untuk maju bagi individu (Spangenberg & Theron, 1998 dalam Safaria, 2007). Tetapi tidak jarang pula stres akan memberikan implikasi negatif bagi individu apabila tidak menemukan solusi yang tepat. Crampton dkk (1995) dalam Safaria (2007) menyatakan bahwa akumulasi stres terjadi karena ketidakmampuan individu dalam mengatasi dan mengendalikan stresnya. strategi dalam penyelesaian masalah disebut coping.
              Coping secara bahasa mempunyai makna menanggggulangi, menerima menguasai segala sesuatu yang bersangkutan dengan diri kita sendiri. Untuk mengendalikan emosi bisa dilakukan dengan banyak cara, diantaranya dengan model penyesuaian, pengalihan dan coping. Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Morgan,  1986)  menyebutkan bahwa  kondisi fisik dan lingkungan sosial yang merupakan penyebab dari kondisi stress disebut stressor. Hal ini sesuai dengan pendapat Berry (dalam Daulay, 2004)  yang menyatakan bahwa situasi, kejadian, atau objek apapun yang menimbulkan tuntutan dalam tubuh dan penyebab reaksi psikologis dinamakan dengan stressor.
Coping stres dipelajari individu di tempat dia belajar mengembangkan diri dan  dipengaruhi oleh kebudayaan dan lingkungan dimana seorang individu bersosialisasi. Penelitian mengenai coping Stress Pada Etnis Bali Jawa dan Sunda oleh Andrian Pramadi dan Hari K. Lasmono Fakultas Psiokologi Universitas Surabaya yang diterbitkan oleh Anima Indonesian Psychological Jornal pada tahun 2000 vol 2 no 4 halaman 326-340. Dalam penelitian tentang coping stress lintas budaya. Dalam hal ini nilai-nilai budaya khususnya pada etnis Bali, Jawa, dan Sunda dikaitkan dengan cara individu dalam proses kognitifnya mengahadapi masalah yang dapat menyebabkan stress. Koginitif dan emosi individu dalam ketiga budaya tersebut berusaha untuk menghadapi stress dengan pembentukan reaksi terhadap stress yang mengacu pada coping behavior. Pengaruh kebiasaan terkait agama dan kebiasaan individu pada ketiga etnis tersebut juga dikaitan dalam coping stress.
Kemudian dari hasil pengamatan peneliti, mahasiswa etnis Jawa dalam menyelesaikan suatu masalah kurang asertif karena suku Jawa hidup dalam lingkungan adat istiadat yang sangat kental. Orang Jawa terkenal dengan stereotip sebagai suku bangsa yang sopan dan halus, tetapi mereka juga terkenal sebagai suatu suku bangsa yang tertutup dan tidak mau terus terang. Sifat ini konon berdasarkan sifat orang Jawa yang ingin memeliharakan keharmonian atau keserasian dan menghindari pertikaian. Sehingga coping stres masyarakat etnis jawa menurut hasil pengamatan lebih kepada Coping yang berfokus pada emosi (emotion-focused coping).
                   Sementara masyarakat etnis Makassar yang berada di Sulawesi Selatan. Yaitu masyarakat yang terkenal dengan stereotip yang terus terang dan terbuka. Kata Makassar sendiri sebenarnya berasal dari 2 kata, yang pertama itu “Mang” yang berarti Memiliki sifat atau yang terkandung didalamnya, kemudian kata yang kedua adalah “Kasarak”, yang berarti wujud yang nampak, terang, Nyata dan terlihat jelas. Jadi arti dari kata Mangkasara yang kemudian dibahasa Indonesiakan menjadi Makassar sebenarnya ialah Memiliki sifat yang jelas dan terbuka. orang yang memiliki sifat atau karakter “Mangkasarak” berarti orang tersebut besar (mulia), berterus terang (Jujur). Sebagaimana di bibir begitu pula di hati. Di balik itu, umumnya masyarakat di luar sulawesi selatan menganggap bahwa masyarakat makassar memiliki watak yang keras dan sangat menjunjung tinggi kehormatan (siri’). Oleh sebab itu menurut hasil pengamatan penulis bahwa orang Makassar lebih cenderung menggunakan Coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping).
Dari uraian tersebut diduga ada perbedaan coping stres dikarenakan ada perbedaan budaya. oleh sebab itu dengan berlandaskan penjelasan tersebut, ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut “adakah perbedaan coping stress antara mahasiswa etnis Jawa dan mahasiswa etnis Makassar?”. Dengan penelitian ini, di harapakan dapat menjelaskan secara empiris mengenai perbedaan coping stress Mahasiswa etnis Jawa dan Mahasiswa ernis Makassar.
C.      Rumusan Masalah
1.        Bagaimanakah coping stres pada mahasiswa etnis jawa ?
2.        Bagaimanakah coping stres pada mahasiswa etnis makassar ?
3.        Adakah Perbedaan coping stress yang signifikan antara Mahasiswa Etnis Jawa dan Mahasiswa Etnis Makassar ?

D.      Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan Perbedaan coping stress antara Mahasiswa Etnis Jawa dan Mahasiswa Etnis Makassar.

E.       Manfaat Penelitian
Kegunaan dari hasil penelitian mengenai Perbedaan coping stress antara Mahasiswa Etnis Jawa dan Mahasiswa Etnis Makassar adalah sebagai berikut:
1.        Kegunaan Teoritis
Penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan terutama dibidang Psikologi yang berkaitan dengan perbedaan coping stress Mahasiswa Etnis Jawa dan Mahasiswa Etnis Makassar.

2.        Kegunaan Praktis
Bagi masyarakat
Dapat digunakan sebagai referensi serta tambahan pengetahuan mengenai perbedaan coping stress mahasiswa etnis jawa dan mahasiswa etnis Makassar.
Penelitian ini diharapkan dapat membantu menambah pemahaman masyarakat mengenai Perbedaan coping stress antara Mahasiswa etnis Jawa dan mahasiswa etnis Makassar. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengingat akan perbedaan coping stress individu di setiap budaya yang ada di Indonesia.

F.       Tinjauan Pustaka
1.        Definisi
Definisi stress
stressor merupakan sumber atau penyebab dari kondisi stress. Sedangkan stress diartikan sebagai reaksi emosional, fisiologis, dan perilaku individu ketika menghadapi ancaman fisik dan psikologis (Grunberg dalam Baron & Graziano, 1991). Pendapat ini diperkuat oleh Hans Selye (dalam Baron & Byrne, 2005) yang menyatakan bahwa stress sebenarnya adalah kerusakan yang dialami tubuh akibat berbagai tuntutan yang ditempatkan padanya atau adanya stimulus yang berbahaya. Baum (dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2009) mengartikan stress sebagai pengalaman emosional negatif yang diiringi dengan perubahan fisiologis, biokimia, dan perilaku yang dirancang untuk mereduksi atau menyesuaikan diri terhadap stressor dengan cara memanipulasi situasi atau mengubah stressor atau dengan mengakomodasi efeknya.
Menurut Atkinson (2000), stress mengacu pada peristiwa yang dirasakan membahayakan kesejahteraan individu terhadap situasi respon stress, saat itu individu dihadapkan pada situasi stress, maka individu akan bereaksi baik secara fisiologis maupun psikologis. Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh Lazarus (dalam Musbikin, 2005) yang menganggap stress sebagai sebuah gejala yang timbul akibat adanya kesenjangan antara realita dan idealita, antara keinginan dan kenyataan, antara tantangan dan kemampuan, antara peluang dan potensi.
Stress adalah suatu keadaan psikologik yang tidak menyenangkan yang disebabkan adanya interpretasi kognitif dan penilaian (appraisal) adanya ancaman, karena ketidakseimbangan antara tantangan dan kemampuan diri individu dalam menghadapi tuntutan tersebut (Thalib dan Diponegoro, 2001). Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh Lazarus (dalam Musbikin, 2005) yang menganggap stress sebagai sebuah gejala yang timbul akibat adanya kesenjangan antara realita dan idealita, antara keinginan dan kenyataan, antara tantangan dan kemampuan, antara peluang dan potensi.
Faktor yang Mempengaruhi Stres
Sesuatu yang merupakan akibat pasti memiliki penyebab atau yang disebut stressor, begitupula dengan stres, seseorang bisa terkena stres karena menemui banyak masalah dalam kehidupannya. Menurut Grant Brecht (2000), penyebab dari stres dibedakan menjadi dua macam:
·           Penyebab makro, yaitu menyangkut peristiwa besar dalam kehidupan, seperti kematian, perceraian, pension, luka batin, dan kebangkrutan.
·           Penyebab mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil sehari-hari, seperti pertengkaran rumah tangga, beban pekerjaan, masalah apa yang akan dimakan, dan antri.
Seperti yang telah diungkapkan di atas, stres dipicu oleh stressor. Tentunya stressor tersebut berasal dari berbagai sumber, yaitu :
·           Lingkungan
Yang termasuk dalam stressor lingkungan di sini yaitu :
Sikap lingkungan, seperti yang kita ketahui bahwa lingkungan itu memiliki nilai negatif dan positif terhadap prilaku masing-masing individu sesuai pemahaman kelompok dalam masyarakat tersebut. Tuntutan inilah yang dapat membuat individu tersebut harus selalu berlaku positif sesuai dengan pandangan masyarakat di lingkungan tersebut.
Tuntutan dan sikap keluarga, contohnya seperti tuntutan yang sesuai dengan keinginan orang tua untuk memilih jurusan saat akan kuliah, perjodohan dan lain-lain yang bertolak belakang dengan keinginannya dan menimbulkan tekanan pada individu tersebut.
2.      Diri sendiri, terdiri dari
Kebutuhan psikologis yaitu tuntutan terhadap keinginan yang ingin dicapai.dan proses internalisasi diri adalah tuntutan individu untuk terus-menerus menyerap sesuatu yang diinginkan sesuai dengan perkembangan.
3.      Pikiran
Berkaitan dengan penilaian individu terhadap lingkungan dan pengaruhnya pada diri dan persepsinya terhadap lingkungan.
Berkaitan dengan cara penilaian diri tentang cara penyesuaian yang biasa dilakukan oleh individu yang bersangkutan.
Penyebab-penyebab stres di atas tentu tidak akan langsung membuat sesorang menjadi stres. Hal tersebut dikarenakan setiap orang berbeda dalam menyikapi setiap masalah yang dihadapi, selain itu stressor yang menjadi penyebab juga dapat mempengaruhi stres. Menurut Kozier & Erb, 1983 dikutip Keliat B.A., 1999, dampak stressor dipengaruhi oleh berbagai faktor  yaitu:
·      Sifat stressor . Pengetahuan individu tentang bagaimana cara mengatasi dan darimana sumber stressor tersebut serta besarnya pengaruh stressor pada individu tersebut, membuat dampak stress yang terjadi pada setiap individu berbeda-beda.
·      Jumlah stressor yaitu banyaknya stressor yang diterima individu dalam waktu bersamaan. Jika individu tersebut tidak siap menerima akan menimbulkan perilaku yang tidak baik. Misalnya marah pada hal-hal yang kecil.
·      Lama stressor, maksudnya seberapa sering individu menerima stressor yang sama. Semakin sering individu mengalami hal yang sama maka akan timbul kelelahan dalam mengatasi masalah tersebut.
·      Pengalaman masa lalu,  yaitu pengalaman individu yang terdahulu mempengaruhi cara individu menghadapi masalahnya.
·      Tingkat perkembangan, artimya tiap individu memiliki tingkat perkembangan yang berbeda.
   Selain itu adapula beberapa faktor yang juga ikut mempengaruhi stres, yaitu :
·         Faktor biologis-herediter, kondisi fisik, neurofisiologik dan neurohormonal.
·         Faktor psikoedukatif/ sosio cultural, perkembangan kepribadian, pengalaman dan kondisi lain yang memengaruhinya.
Jenis-Jenis Stres
Seperti yang sudah disebutkan bahwa stressor dan  sumbernya memiliki banyak keragaman, sehingga dapat disimpulkan stres yang dihasilkan beragam pula. Menurut Sri Kusmiati dan Desminiarti (1990), berdasarkan penyebabnya stres dapat digolongkan menjadi :
·           Stres fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang terlalu tinggi atau rendah, suara amat bising, sinar yang terlalu terang, atau tersengat arus listrik.
·           Stres kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat beracun, hormone, atau gas. Stres mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang menimbulkan penyakit.
·           Stres fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan, organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal. Stres proses pertumbuhan dan perkembangan, disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi hingga tua. Menurut Maramis (1999), ada empat sumber atau penyebab stres Psikologis, yaitu :
a.    Frustasi
Timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada rintangan, frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai, kegoncangan ekonomi, pengangguran, perselingkuhan, dan lain-lain).
b.      Konflik
Timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam-macam keinginan, kebutuhan, atau tujuan. Bentuknya approach-approach conflict, approach-avoidance conflict, avoidance -avoidance conflict.
c.       Tekanan
Timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari dalam diri individu, misalnya cita-cita atau norma yang terlalu tinggi. Tekanan yang berasal dari luar individu
d.      Krisis
Krisis yaitu keadaan yang mendadak, yang menimbulkan stres pada individu, misalnya kematian orang yang disayangi, kecelakaan dan penyakit yang harus segera operasi.
Namun keadaan stres yang dialami oleh individu dapat terjadi beberapa sebab sekaligus, misalnya kombinasi antara frustasi, konflik dan tekanan. Stres psikis/ emosional, disebabkan oleh gangguan hubungan interpersonal, sosial, budaya, atau keagamaan.
Kesimpulannya, stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran, dan kondisi fisik seseorang. Ketegangan ini dapat terjadi karena adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan, atau dengan perkataan lain, kenyataan yang tidak seindah dengan harapan.
Definisi coping style
            Strategi coping adalah tindakan orang yang dapat menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau meminimalis pengaruh dari stressor dan dapat meliputi strategi tingkah laku dan strategi psikologis. (Ciccarelli & Meyer, 2006: 430). Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh Taylor (dalam Baron & Byrne, 2005) yang menganggap coping sebagai cara individu untuk mengatasi atau menghadapi ancaman-ancaman dan konsekuensi emosional dari ancaman-ancaman tersebut. Menurut Stone dan Neale (dalam Daulay, 2004) coping meliputi segala usaha yang disadari untuk menghadapi tuntutan yang penuh tekanan. Lazarus dan Launiers (dalam Daulay, 2004) coping terdiri dari usaha-usaha, baik yang berorientasi pada tindakan dan intrapsikis untuk mengatur (menguasai, menghadapi, mengurangi atau meminimalkan) tuntutan lingkungan dan internal serta konflik diantara keduanya. Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa coping stres adalah suatu upaya yang dilakukan individu untuk mengurangi mentoleransi, atau mengatasi stress yang ditimbulkan oleh sumber stres yang dianggap membebani individu.
Proses Coping Stres
Menurut Taylor (2009), proses coping melibatkan dua sumber daya coping, yaitu sumber daya internal dan sumber daya eksternal. Sumber daya internal adalah gaya coping dan atribut personal. Sedangkan sumber daya eksternal meliputi uang, waktu, dukungan sosial, dan kejadian lain yang mungkin terjadi pada saat yang sama. Semua faktor ini saling berinteraksi dalam mempengaruhi proses coping (Taylor, 2009). Di bawah ini dapat dilihat proses coping yang diungkapkan oleh Taylor (2009).
Jenis-Jenis Strategi Coping
Lazarus (dalam Santrock, 2003) membedakan dua strategi coping, yaitu Menghilangkan stres dengan mekanisme pertahanan, dan penanganan yang berfokus pada masalah, yaitu :
1). Coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) adalah strategi kognitif untuk penanganan stres atau coping yang digunakan oleh individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.
a)        Membuat individu yang bersangkutan menerima tanggungjawab untuk menyelesaikan atau mengontrol masalah yang menimbulkan stress. Dengan merubah situasi dari masalah yang bersangkutan, diharapkan efek stressnya juga akan menghilang.
b)        Menyiapkan semacam rencana untuk menyelesaikan masalah penyebab stress, dan mengambil tindakan untuk melaksanakan rencana tersebut.
Terdapat indikator yang akan diukur. Semuanya akan dijelaskan sebagai berikut (dalam Auerbach dan Grambling, 1998). Berorientasi pada Permasalahan (problem-solving focused)
1.      Confrontive coping
Merupakan usaha yang bersifat agresif dalam mengubah situasi, termasuk dengan cara mengambil resiko. Individu melakukannya dengan cara bertahan pada apa yang diinginkan.
2.      Planful problem solving
Memusatkan usaha pada masalah dengan hati-hati untuk mengatasi situasi yang menekan. Langkah lainnya dalam strategi ini adalah membuat perencanaan dari hal-hal yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah dan menjalankan rencana tersebut.
3.      Seeking social support
Usaha-usaha mencari nasihat, informasi, atau dukungan emosional pada lingkungan sosial di sekelilingnya. Caranya meminta pendapat orang lain terkait pemecahan masalah yang dihadapinya. Berorintasi pada emosi (emotion focused)
4.      Distancing
Usaha yang bertujuan untuk menjaga jarak antara diri sendiri dengan masalah yang dihadapi dan bertingkah laku mengabaikan masalah tersebut. Individu dengan kondisi seperti ini merusaha menolak atau larut dalam masalah, dan menganggapnya seakan tidak pernah terjadi sesuatu.
5.      Self control
Usaha yang dilakukan oleh individu untuk mengatur perasaan-perasaan tersebut dengan cara menyimpannya. Individu akan berusaha menyimpan keadaan atau masalah yang sedang dihadapi agar orang lain tidak tahu
6.      Accepting responsibility
Usaha strategis yang pasif dimana individu mengakui atau menerima dirinya memiliki peran dalam maslaah tersbeut. Individu akan mengkritisi diri sendiri apabila sedang menghadapi masalah dan ia merasa dirinya yang bertanggung jawab.
7.      Escape avoidance
Strategi berupa perilaku menghindar atau melarikan diri dari masalah dan situasi stres dengan cara berkhayal atau berangan-angan juga dengan cara makan, minum, merokok, menggunakan obat-obatan. Individu berharap dnegan strategi tersebut situasi buruk akan segera berlalu.
8.      Positive reappraisal
Usaha-usaha untuk menemukan makna yang positif dari masalah atau situasi menekan yang dihadapi, dan dari situasi tersbeut individu akan berusaha menemukan suatu keyakinan baru yang difokuskan pada pertumbuhan pribadi.
9.      Seeking social support
Strategi yang dipakai individu untuk mendapatkan simpati dan pengertian orang lain.
2). Coping yang berfokus pada emosi (emotion-focused coping) adalah untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif. Dalam emotion focus coping ini seseorang menghadapi stress dengan fokus kepada bagaimana menata dirinya secara emosional sehingga siap menghadapi stress itu sendiri. Beberapa contoh penerapan teknik emotion-focused coping antara lain:
a)      Menerima simpati dan pengertian dari seseorang (teman, saudara atau support group lainnya)
b)      Mencoba untuk melihat sesuatu dari sisi lain (yang lebih positif).
budaya
Sibrani merangkum definisi-definisi budaya menurut Taylor, Wilson, Goodenough, dan Murdock, kebudayaan adalah segala pengetahuan milik masyarakat yang ditransmisikan dan dikomunikasikan secara sosial yang tercermin dalam ide, tindakan dan hasil kerja manusia, berfungsi dalam kehidupan bermasyarakat, yang harus dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat tersebut. Matsumoto mendefinisikan budaya sebagai serangkaian sikap, nilai, kepercayaan, dan perilaku yang dipakai bersama sekelompok orang, yang dikomunikasikan dari generasi kegenerasi.
Salah satu variabel penting dalam coping stres budaya yang mempengaruhi dan membentuk perilaku sosial. Setiap kebudayaan memiliki anggapan dan keyakinan yang berbeda tentang perilaku tertentu. Pada setiap etnis tertanam stereotip yang merupakan pencerminan dari karakteristik budayanya. Stereotip adalah penilaian terhadap suatu etnis dengan berdasarkan persepsi individu terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan. Dengan kata lain, penstereotipan adalah proses menempatkan orang-orang ke dalam kategori-kategori tertentu, atau penilaian terhadap obyek-obyek berdasarkan kategori-kategori yang sesuai berdasarkan karakteristik individual mereka (Umiyati, 2009).
 Stereotip adalah kombinasi dari ciri-ciri yang paling sering diterapkan oleh suatu kelompok tehadap kelompok lain, atau oleh seseorang kepada orang lain. Secara lebih tegas  Matsumoto  mendefinisikan  stereotip  sebagai generalisasi kesan yang kita miliki mengenai seseorang terutama  karakter  psikologis  atau  sifat  kepribadian.
Karakteristik masyarakat etnis Jawa
Dalam buku The religion of Java karangan Clifford Geertz, disebutkan bahwa orang Jawa memiliki stereotipe sebagai suku bangsa yang sopan dan halus. Tetapi mereka juga terkenal sebagai etnis yang tertutup dan tidak mau terus terang. Sifat ini diyakini berdasarkan watak orang Jawa yang ingin menjaga harmoni atau keserasian dan menghindari konflik. Oleh karena itu, tindakan yang mengusahakan kepentingan pribadi tanpa menperhatikan persetujuan masyarakat, atau berusaha untuk maju sendiri tanpa mengikutsertakan kelompok, dinilai kurang baik (Suseno dalam Ekawati dan Nashori, 2006).
1.      Karakteristik masyarakat etnis Makassar
Makassar sebagai salah satu etnis yang tidak terlepas dari stereotipe etnis lain. Stereotipe dalam hal ini lebih fokus kepada yang memberikan penilaian atas etnis tertentu.kenyataannya, persepsi orang di luar etnis Makassar cukup beragam. Orang Makassar terkenal dengan karakternya yang cenderung kasar, emosional, kolot dan cepat marah. Ada pula yang menilai sifat khas orang mkassarcukup sopan, jujur, senang menerima tau dan masih tradisional (warnaen, 2002 : 21-220). Dari beberapa sifat khas ini, terlihat bahwa persepsi tentang orangMakassar ada yang negatif (tidak baik) dan positif (baik).

2.      Kerangka berfikir

Fungsi mahasiswa

Coping stres

-          Jenis kelamin
-          Tingkat pendidikan
-          Perkembangan usia
-          Konteks lingkungan,  sumber individual dan kebudayaan
-          Status sosial ekonomi


Masyarakat etnis Makassar

Masyarakat etnis Jawa

problem-focused coping

Emosional -focused coping

Agent of change

Moral force

Social control

Iro stock

Kecerdasan intelektual, sosial , dan emosi/psikologis
 


















Dalam menjalankan fungsi dan peran kemahasiswaannya seperti agent of change, iron stok, mral force, dan sosial control  mahasiswa tentunya harus mempunyai kecerdasan secara inteletual, sosial dan emosi (psikologis). Kecerdasan sosial dan emosi dapat tercapai ketika individu mampu memecahkan suatu masalah. Jika seorang indivdu salah atau kurang tepat dalam menyelesaikan suatu permasalahan, maka hasilnyapun akan kurang memuaskan, hingga dapat menimbulkan stres. Untuk itu diperlukan cara untuk mengatasi masalah tersebut dengan menggunakan coping stres pada lingkungannya. Strategi coping terbagi 2 jenis yakni problem-focused coping dan emosional-focused coping. Dalam pemilihan coping stres individu dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kebudayaan. Hal tersebutlah yang menyebabkan perbedaan pemilihan coping stres pada tiap individu. Karena budaya Jawa dan budaya Makassar jelas berbeda, maka nilai – nilai yang tertanam pada individu  yang berasal dari etnis jawa dan makassar pasti memiliki perbedaan. Kemudian perbedaan inilah yang akan dibandingkan oleh peneliti.
3.      Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
H0 = Tidak ada perbedaan coping stress antara etnis Jawa dan etnis Makassar.
Ha = Ada perbedaan coping stress antara etnis Jawa dan etnis Makassar.
G.                Metode Penelitian

1.        Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis dilihat dari pendekatan analisisnya adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerikal yang diolah dengan metode statistik (Azwar, 2009: 5). Dilihat dari kedalaman analisisnya jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian. Penelitian Komparatif adalah penelitian yang diakukan untuk membandingkan nilai satu variable dengan variable lainnya dalam waktu yang berbeda. (Edy Purwanto, 2011:9). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini  menggunakan Skala Psikologi.

Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini terdiri dari variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y).
Variabel X = Kelompok etnis, dalam hal ini adalah etnis Jawa dan etnis Makassar.
Variabel Y = coping stres
2.        Definisi operasional
Stres adalah ketegangan pikiran yang terjadi pada seseorang. Ketegangan ini dapat terjadi karena adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan, atau dengan perkataan lain, kenyataan yang tidak seindah dengan harapan. stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran, dan kondisi fisik seseorang. Kondisi yang disebabkan adanya stres adalah kondisi yang sangat bruk dan tidak mengenakkan bagi setiap orang. karenanya setiap orang akan senantiasa berusaha untuk menghindari ketegangan (stres) dan membebaskan diri dari belenggu penyakit jiwa tersebut dengan berbagai cara dan upaya yang disebut coping stress.
3.        Populasi dan Sempel
Populasi
               Populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksudkan untuk  diselidiki (Hadi, 2004 : 220). Populasi adalah seluruh individu yang dimaksudkan untuk diselidiki dan paling sedikit mempunyai sifat yang sama (Hadi, 2004 : 220).
               Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Negeri Semarang. Sebagai suatu populasi, subyek ini harus memiliki karakteristik yang sama agar dapat dibedakan antara kelompok subyek yang satu dengan kelompok subyek :
               1). Mahasiswa UNNES ( Universitas Negeri Semarang ).
               2). Mahasiswa UNM ( Universitas Negeri Makassar ).
               3). Masih tecatat menjadi mahasiswa Aktif Kuliah.
4). Mahasiswa etnis Jawa dan mahasiswa etnis Makassar di UNNES dan UNM.
Kedua universitas ini dipilih karena dianggap memenuhi kriteria penelitian. Di kedua universitas ini, peneliti akan mudah menemukan sampel penelitian. Di UNNES, didominasi oleh mahasiswa beretnis Jawa, sedangkan di UNM sendiri, populasi mahasiswa beretnis Makassar sangat besar.
Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang dapat mewakili populasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah menggunakan simple random sampling. Dimana sampel penelitian diambil secara acak tetapi dengan kriteria-kriteria yang dapat mendukung variabel penelitian.
               Dalam penelitian Perbedaan coping stress antara mahasiswa etnis Jawa dengan etnis Makassar (penelitian terhadap mahasiswa etnis jawa dan mahasiswa etnis makassar) sampel yang akan diteliti adalah mahasiswa etnis Jawa dan mahasiswa etnis Makassar di UNNES dan di UNM.
4.        Alat Pengumpulan data
Teknik Pengskalaan
Terdapat beberapa cara untuk mengukur sikap, diantaranya adalah self-report. Self report merupakan metode penilaian sikap dimana responden ditanya secara lansung tentang keyakinan atau perasaan mereka terhadap suatu objek atau kelas objek. Dalam hal ini untuk mengetahui perbedaan coping stres maka digunakan skala likert.
a. Skala Likert summated ratings
Merupakan teknik self report bagi pengukuran sikap dimana subjek diminta untuk mengindikasikan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan mereka terhadap masing masing pernyataan. Skala likert adalah salah satu teknik pengukuran sikap yang paling sering digunakan dalam riset pemasaran. Dalam pembuatan skala likert, periset membuat beberapa pernyataan yang berhubungan dengan suatu isu atau objek, lalu subjek atau responden diminta untuk mengindikasikan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan mereka terhadap masing-masing pernyataan.
Skoring
Skala ini terdiri dari lima pilihan jawaban. Masing-masing jawaban sangat setuju (SS), setuju (S),netral (N),tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS). Untuk item favorable jawaban sangat setuju (SS) diberi skor 5, setuju (S) diberi skor 4, netral (N) diberi skor 3 tidak setuju (TS) diberi skor 2 dan sangat tidak setuju (STS) diberi skor 1. Untuk item unfavorable jawaban sangat setuju (SS) diberi skor 1, setuju (S) diberi skor 2, netral (N) diberi skor 3 tidak setuju (TS) diberi skor 4 dan sangat tidak setuju (STS) diberi skor 5.

Blue print

Blue print stategi coping  sesuai dengan pembagian strategi copng menrut
Lazarus &folkman (1984 ; nevid ; 2003 ; 144)

no
Aspek
Indikator
Aitem
Jumlah
Favoriable
Unfaforiable
1
Problem focused coping
Penyelesaian masalah secara langsung

 2, 5, 13

6, 7,


16

2

-          Penyusunan rencana pemecahan
 9, 10,

11, 15
3

-          Memikirkan dan mempertimbangkan alternatif pemecahan masalah
 14
3,  4
4

-          Berhati hati dalam memutuskan strategi pemecahan masalah
17
8
5

-          Meminta pendapat orang lain dalam mengevaluasi strategi pemecahan masalah yang pernah dilakukan
19, 18
20
6
Emotion focused coping
-          Berkhayal telah melakukan penyelesaian masalah
 21, 23,
 22


15
7

-          Tidak mau memikirkan masalah
 26, 25
12
8

-          Menyalahkan diri akan permasalahan yang terjadi
 27, 1
31
9

-          Mencari makna di balik permasalah yang terjadi
29
28
10

-          Melihat hal penting lain dalam kehidupan dirinya
 30, 24
16

5.        Validitas dan reliabelitas
Validitas adalah derajat ketepatan antara data yang terdapat di lapangan dan data yang dilaporkan oleh peneliti. Terdapat dua macam validitas penelitian, yaitu validitas internal dan validitas eksternal. Validitas internal berkenaan dengan derajat akurasi antardesain penelitian dan hasil yang dicapai. Validitas eksternal berkenaan dengan derajat akurasi, dapat atau tidaknya hasil penelitian digeneralisasikan atau diterapkan pada  populasi tempat sampel tersebut diambil. Bila sampel penelitian representatif, instrumen penelitian valid dan reliabel, cara mengumpulkan dan menganalisis data benar, penelitian akan memiliki validitas eksternal yang tinggi.
Validitas yang digunakan adalah validitas isi yang menunjukkan pada ediven bahwa item – item pada suatu tes mempresentasikan kawasan yang telah di tetapkan atau domain isi yang hendak di ukur. Instrumen penelitian akan di uji validitasnya dengan mencari daya beda menggunakan analisis korelasi product moment dan dengan expert jugment.
Reliabilitas berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas data atau temuan. Suatu data dinyatakan reliabel apabila dua atau lebih peneliti dalam objek yang sama menghasilkan data yang sama atau peneliti yang sama dalam waktu yang berbeda menghasilkan data yang sama atau sekelompok data bila dibagi menjadi dua kelompok menunjukkan data yang tidak berbeda.
Untuk menguji reliabilitas instrumen maka di gunakan metode konsistensi internal yaitu menunjukkan pada seberapa bagus tiap itrm lain. Dengan teknik alpha crobach.

6.        Analisis data
   Pengumpulan data yang dilakukan dari suatu penelitian dimaksudkan untuk mendapatkan suatu data yang relevan dan akurat sehingga metode yang digunakan harus tepat. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Psikologi. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan Skala Psikologi. Agar kiranya proses pengolahan data  menjadi lebih mudah dan valid, maka proses pengolahan data tersebut akan menggunakan bantuan program SPSS dengan teknik statistik komparatif yaitu T-test Independent. Spesialisasi T-test independent akan menguji hipotesis perbedaan yang memiliki dua kelompok (Vernoy dan Kyle, 2001).




DAFTAR PUSTAKA

-       Sumita Roy. 2005. mananging stress. India : New Dawn Press Grup.
-       http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Jawa diunduh pada 3 oktober 2012 09.00 AM
-       D.M. Pestonjee. 1992. Stress and Coping. the indian experience: Sage Publications
-       http://sp2010.bps.go.id/index.php/site?id=33&wilayah=Jawa-Tengah diunduh pada 3 oktober 2012 09.00 AM
-       http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16704/3/Chapter%20II.pdf diunduh pada 3 oktober 2012 09.00 AM
-       Azwar, Syaifudin. 2005. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
-       http://id.wikipedia.org/wiki/Stereotipe diunduh pada 3 oktober 2012 09.00 AM
-       Azwar, Sarifudin. 2009. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pusta
-       http://sosbud.kompasiana.com/2012/03/30/berstereotip-berprasangka-yuukkk/ diunduh pada 4 oktober 2012 16.00 PM
-       http://www.kabarkami.com/tau-mangkasara-orang-makassar.html diunduh pada 4 oktober 2012 16.00 PM 
-       Nasir, Sudirman.Culture, local construct of masculinity and HIV-risk practicesamong young male IDU in a slum area in Makassar, Indonesia. Diakses dihttp://socialcapital.weebly.com/uploads/1/0/5/9/1059736/nasir_culture_hiv_risk_makassar.pdf pada 24 Februari 2010.
-       Warnaen, Suwarsih. 2002. Stereotipe Etnis dalam Masyarakat Multietnis
-       Purwanto, Edy. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif. Semarang : UNNES

1 komentar:

  1. hasilnya gimana mbak ? apakah ada perbedaan coping stres antara etnis jawa dan makassar? etnis mana yang lebih bagus coping stresnya ?

    BalasHapus