PROPOSAL PENELITIAN
METODE PENELITIAN KUANTITATIF
Perbedaan Coping stress antara mahasiswa etnis
Jawa dan mahasiswa etnis Makassar (Penelitian pada Mahasiswa Universitas Negeri
Semarang dan Mahasiswa Universitas Negeri Makassar).
Dian Puspitasari K
1171040103
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI
SEMARANG
2012
A.
Judul Penelitian :
Perbedaan Coping
stress antara mahasiswa etnis Jawa dan mahasiswa etnis Makassar (Penelitian
pada Mahasiswa Universitas Negeri Semarang dan Mahasiswa Universitas Negeri
Makassar).
B.
Latar belakang masalah
Keragaman kebudayaan yang menyebabkan masyarakat di Indonesia
menjadi unik dan berbeda dengan masyarakat lainnya di dunia. Kebesaran
kebudayaan suatu masyarakat atau bangsa terletak pada kemampuannya untuk
menampung berbagai perbedaan dan keberagaman dalam satu ikatan yang berdasarkan
prinsip-prinsip hak asasi manusia dan demokrasi. Namun keberagaman tersebut
menyebabkan kehidupan masayarakat Indonesia menjadi rawan konflik.
Tingkat kesulitan peran
merupakan salah satu konflik perkembangan yang semakin bertambah pada tiap tahap perkembangan yang lebih tinggi.
Salah satu peran yang dianggap cukup berat adalah berperan sebagai mahasiswa.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia online Kemendiknas, mahasiswa adalah orang
yang belajar di perguruan tinggi. Kamus besar bahasa Indonesia mengartikan maha
berarti besar, dan siswa artinya pelajar. Maka kata tersebut memiliki makna
pelajar yang besar, dimana mereka memiliki tanggung jawab yang lebih besar.
Individu dalam menjalankan fungsi sebagai mahasiswa yaitu agent of change (pembawa perubahan),
Social control, (kontrol sosial), iron
stock (mental/sifat baja), moral force ( penjaga moral) yang tentunya dibarengi
dengan kemampuan intelektual, sosial, dan kemampuan psikologis untuk melaksanakan
tugas dan fungsi sebagai seorang mahasiswa.
Semua karakteristik tersebut, selayaknya dapat
tercipta ketika individu dapat berinteraksi dan bersosialisasi. Dari interaksi
dan sosialisasi tersebut tidak jarang muncul suatu masalah. setiap individu memiliki cara yang
berbeda dalam mengatasi konflik – konfliknya.
Ada berbagai metode dalam menyelesaikan, menghadapi, menghindari, ataupun
meminimalisir suatu masalah, akan tetapi tidak jarang kita menemui seseorang
yang takut menghadapi suatu permasalahan dan tidak mencari jalan keluar yang
bijak. Jika seorang indivdu salah atau kurang tepat dalam menyelesaikan suatu
permasalahan, maka hasilnyapun akan kurang memuaskan, bahkan dapat menimbulkan
gangguan dalam pikiran dan kejiwaannya, seperti depresi, stres dan gila.
Stres merupakan hal yang akan dialami oleh setiap
manusia. Karena dengan adanya stress tersebut, jika stres tersebut optimal,
akan membuahkan tantangan dan motivasi untuk maju bagi individu (Spangenberg
& Theron, 1998 dalam Safaria, 2007). Tetapi tidak jarang pula stres akan
memberikan implikasi negatif bagi individu apabila tidak menemukan solusi yang
tepat. Crampton dkk (1995) dalam Safaria (2007) menyatakan bahwa akumulasi
stres terjadi karena ketidakmampuan individu dalam mengatasi dan mengendalikan
stresnya. strategi dalam penyelesaian masalah disebut coping.
Coping secara
bahasa mempunyai makna menanggggulangi, menerima menguasai segala sesuatu yang
bersangkutan dengan diri kita sendiri. Untuk mengendalikan emosi bisa dilakukan
dengan banyak cara, diantaranya dengan model penyesuaian, pengalihan dan coping. Menurut Lazarus dan
Folkman (dalam Morgan, 1986) menyebutkan bahwa kondisi fisik dan lingkungan sosial yang
merupakan penyebab dari kondisi stress
disebut stressor. Hal ini sesuai
dengan pendapat Berry (dalam Daulay, 2004)
yang menyatakan bahwa situasi, kejadian, atau objek apapun yang
menimbulkan tuntutan dalam tubuh dan penyebab reaksi psikologis dinamakan
dengan stressor.
Coping stres dipelajari individu di
tempat dia belajar mengembangkan diri dan
dipengaruhi oleh kebudayaan dan lingkungan dimana seorang individu
bersosialisasi. Penelitian mengenai coping
Stress Pada Etnis Bali Jawa dan Sunda oleh Andrian Pramadi dan Hari K.
Lasmono Fakultas Psiokologi Universitas Surabaya yang diterbitkan oleh Anima
Indonesian Psychological Jornal pada tahun 2000 vol 2 no 4 halaman 326-340.
Dalam penelitian tentang coping stress
lintas budaya. Dalam hal ini nilai-nilai budaya khususnya pada etnis Bali,
Jawa, dan Sunda dikaitkan dengan cara individu dalam proses kognitifnya
mengahadapi masalah yang dapat menyebabkan stress. Koginitif dan emosi individu
dalam ketiga budaya tersebut berusaha untuk menghadapi stress dengan
pembentukan reaksi terhadap stress yang mengacu pada coping behavior. Pengaruh kebiasaan terkait agama dan kebiasaan
individu pada ketiga etnis tersebut juga dikaitan dalam coping stress.
Kemudian dari hasil
pengamatan peneliti, mahasiswa etnis Jawa dalam menyelesaikan suatu masalah
kurang asertif karena suku Jawa hidup dalam lingkungan adat istiadat yang
sangat kental. Orang Jawa terkenal
dengan stereotip sebagai suku bangsa yang sopan dan halus, tetapi mereka juga
terkenal sebagai suatu suku bangsa yang tertutup dan tidak mau terus terang.
Sifat ini konon berdasarkan sifat orang Jawa yang ingin memeliharakan
keharmonian atau keserasian dan menghindari pertikaian. Sehingga
coping stres masyarakat etnis jawa menurut hasil pengamatan lebih kepada Coping yang berfokus pada emosi
(emotion-focused coping).
Sementara
masyarakat etnis Makassar yang berada di Sulawesi Selatan. Yaitu masyarakat
yang terkenal dengan stereotip yang terus terang dan terbuka. Kata Makassar sendiri
sebenarnya berasal dari 2 kata, yang pertama itu “Mang” yang berarti Memiliki sifat atau yang terkandung didalamnya,
kemudian kata yang kedua adalah “Kasarak”,
yang berarti wujud yang nampak, terang, Nyata dan terlihat jelas. Jadi arti
dari kata Mangkasara yang kemudian
dibahasa Indonesiakan menjadi Makassar sebenarnya ialah Memiliki sifat yang
jelas dan terbuka. orang yang memiliki sifat atau karakter “Mangkasarak” berarti orang tersebut
besar (mulia), berterus terang (Jujur). Sebagaimana di bibir begitu pula di
hati. Di balik itu, umumnya masyarakat di luar sulawesi selatan menganggap
bahwa masyarakat makassar memiliki watak yang keras dan sangat menjunjung
tinggi kehormatan (siri’). Oleh sebab
itu menurut hasil pengamatan penulis bahwa orang Makassar lebih cenderung
menggunakan Coping yang berfokus pada masalah (problem-focused
coping).
Dari uraian tersebut diduga ada perbedaan coping stres dikarenakan ada perbedaan budaya. oleh sebab itu dengan
berlandaskan penjelasan tersebut, ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut
“adakah perbedaan coping stress antara
mahasiswa etnis Jawa dan mahasiswa etnis Makassar?”. Dengan penelitian ini, di
harapakan dapat menjelaskan secara empiris mengenai perbedaan coping stress Mahasiswa etnis Jawa dan
Mahasiswa ernis Makassar.
C.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah coping
stres pada mahasiswa etnis jawa ?
2.
Bagaimanakah coping
stres pada mahasiswa etnis makassar ?
3.
Adakah Perbedaan coping
stress yang signifikan antara Mahasiswa Etnis Jawa dan Mahasiswa Etnis
Makassar ?
D.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan Perbedaan coping stress antara Mahasiswa Etnis
Jawa dan Mahasiswa Etnis Makassar.
E.
Manfaat Penelitian
Kegunaan dari hasil penelitian mengenai Perbedaan coping stress antara Mahasiswa Etnis
Jawa dan Mahasiswa Etnis Makassar adalah sebagai berikut:
1.
Kegunaan Teoritis
Penelitian ini dapat
bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan terutama dibidang Psikologi
yang berkaitan dengan perbedaan coping stress
Mahasiswa
Etnis
Jawa
dan
Mahasiswa
Etnis
Makassar.
2.
Kegunaan Praktis
Bagi masyarakat
Dapat digunakan sebagai
referensi serta tambahan pengetahuan mengenai
perbedaan coping stress
mahasiswa etnis jawa dan
mahasiswa etnis Makassar.
Penelitian ini diharapkan dapat membantu menambah pemahaman
masyarakat mengenai Perbedaan coping
stress antara Mahasiswa etnis Jawa dan mahasiswa etnis Makassar. Penelitian
ini diharapkan dapat menjadi pengingat akan perbedaan coping stress individu di setiap budaya yang ada di Indonesia.
F.
Tinjauan Pustaka
1.
Definisi
Definisi stress
stressor merupakan sumber atau penyebab dari
kondisi stress. Sedangkan stress
diartikan sebagai reaksi emosional, fisiologis, dan perilaku individu ketika
menghadapi ancaman fisik dan psikologis (Grunberg dalam Baron & Graziano,
1991). Pendapat ini diperkuat oleh Hans Selye (dalam Baron & Byrne, 2005)
yang menyatakan bahwa stress
sebenarnya adalah kerusakan yang dialami tubuh akibat berbagai tuntutan yang
ditempatkan padanya atau adanya stimulus yang berbahaya. Baum (dalam Taylor,
Peplau, & Sears, 2009) mengartikan stress
sebagai pengalaman emosional negatif yang diiringi dengan perubahan fisiologis,
biokimia, dan perilaku yang dirancang untuk mereduksi atau menyesuaikan diri
terhadap stressor dengan cara memanipulasi situasi atau mengubah stressor atau dengan mengakomodasi
efeknya.
Menurut Atkinson
(2000), stress mengacu pada peristiwa yang dirasakan membahayakan kesejahteraan
individu terhadap situasi respon stress,
saat itu individu dihadapkan pada situasi stress,
maka individu akan bereaksi baik secara fisiologis maupun psikologis. Pandangan
yang sama juga dikemukakan oleh Lazarus (dalam Musbikin, 2005) yang menganggap stress sebagai sebuah gejala yang timbul
akibat adanya kesenjangan antara realita dan idealita, antara keinginan dan
kenyataan, antara tantangan dan kemampuan, antara peluang dan potensi.
Stress adalah suatu keadaan psikologik yang
tidak menyenangkan yang disebabkan adanya interpretasi kognitif dan penilaian (appraisal)
adanya ancaman, karena ketidakseimbangan antara tantangan dan kemampuan diri
individu dalam menghadapi tuntutan tersebut (Thalib dan Diponegoro, 2001).
Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh Lazarus (dalam Musbikin, 2005) yang
menganggap stress sebagai sebuah
gejala yang timbul akibat adanya kesenjangan antara realita dan idealita,
antara keinginan dan kenyataan, antara tantangan dan kemampuan, antara peluang
dan potensi.
Faktor yang Mempengaruhi Stres
Sesuatu yang merupakan
akibat pasti memiliki penyebab atau yang disebut stressor, begitupula dengan stres,
seseorang bisa terkena stres karena
menemui banyak masalah dalam kehidupannya. Menurut Grant Brecht (2000),
penyebab dari stres dibedakan menjadi
dua macam:
·
Penyebab makro, yaitu menyangkut peristiwa besar dalam
kehidupan, seperti kematian, perceraian, pension, luka batin, dan kebangkrutan.
·
Penyebab mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil
sehari-hari, seperti pertengkaran rumah tangga, beban pekerjaan, masalah apa
yang akan dimakan, dan antri.
Seperti yang telah
diungkapkan di atas, stres dipicu
oleh stressor. Tentunya stressor tersebut
berasal dari berbagai sumber, yaitu :
·
Lingkungan
Yang termasuk dalam stressor
lingkungan di sini yaitu :
Sikap lingkungan, seperti yang kita ketahui bahwa
lingkungan itu memiliki nilai negatif dan positif terhadap prilaku
masing-masing individu sesuai pemahaman kelompok dalam masyarakat tersebut.
Tuntutan inilah yang dapat membuat individu tersebut harus selalu berlaku
positif sesuai dengan pandangan masyarakat di lingkungan tersebut.
Tuntutan dan sikap
keluarga, contohnya seperti tuntutan yang sesuai dengan keinginan orang tua
untuk memilih jurusan saat akan kuliah, perjodohan dan lain-lain yang bertolak
belakang dengan keinginannya dan menimbulkan tekanan pada individu tersebut.
2. Diri
sendiri, terdiri dari
Kebutuhan psikologis
yaitu tuntutan terhadap keinginan yang ingin dicapai.dan proses internalisasi
diri adalah tuntutan individu untuk terus-menerus menyerap sesuatu yang
diinginkan sesuai dengan perkembangan.
3. Pikiran
Berkaitan dengan
penilaian individu terhadap lingkungan dan pengaruhnya pada diri dan
persepsinya terhadap lingkungan.
Berkaitan dengan cara
penilaian diri tentang cara penyesuaian yang biasa dilakukan oleh individu yang
bersangkutan.
Penyebab-penyebab stres di atas tentu tidak akan langsung
membuat sesorang menjadi stres. Hal
tersebut dikarenakan setiap orang berbeda dalam menyikapi setiap masalah yang
dihadapi, selain itu stressor yang
menjadi penyebab juga dapat mempengaruhi stres.
Menurut Kozier & Erb, 1983 dikutip Keliat B.A., 1999, dampak stressor dipengaruhi oleh berbagai
faktor yaitu:
·
Sifat stressor .
Pengetahuan individu tentang bagaimana cara mengatasi dan darimana sumber
stressor tersebut serta besarnya pengaruh stressor
pada individu tersebut, membuat dampak stress yang terjadi pada setiap individu
berbeda-beda.
·
Jumlah stressor
yaitu banyaknya stressor yang
diterima individu dalam waktu bersamaan. Jika individu tersebut tidak siap
menerima akan menimbulkan perilaku yang tidak baik. Misalnya marah pada hal-hal
yang kecil.
·
Lama stressor,
maksudnya seberapa sering individu menerima stressor
yang sama. Semakin sering individu mengalami hal yang sama maka akan timbul
kelelahan dalam mengatasi masalah tersebut.
·
Pengalaman masa lalu, yaitu pengalaman individu yang
terdahulu mempengaruhi cara individu menghadapi masalahnya.
·
Tingkat perkembangan, artimya tiap individu memiliki
tingkat perkembangan yang berbeda.
Selain itu
adapula beberapa faktor yang juga ikut mempengaruhi stres, yaitu :
·
Faktor biologis-herediter, kondisi fisik, neurofisiologik
dan neurohormonal.
·
Faktor psikoedukatif/ sosio cultural, perkembangan
kepribadian, pengalaman dan kondisi lain yang memengaruhinya.
Jenis-Jenis Stres
Seperti yang sudah
disebutkan bahwa stressor dan
sumbernya memiliki banyak keragaman, sehingga dapat disimpulkan stres yang dihasilkan beragam pula.
Menurut Sri Kusmiati dan Desminiarti (1990), berdasarkan penyebabnya stres dapat digolongkan menjadi :
·
Stres fisik, disebabkan
oleh suhu atau temperatur yang terlalu tinggi atau rendah, suara amat bising,
sinar yang terlalu terang, atau tersengat arus listrik.
·
Stres
kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat beracun,
hormone, atau gas. Stres
mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang menimbulkan
penyakit.
·
Stres
fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan, organ,
atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal. Stres proses pertumbuhan dan perkembangan,
disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi hingga
tua. Menurut Maramis (1999), ada empat sumber atau penyebab stres Psikologis, yaitu :
a.
Frustasi
Timbul akibat kegagalan
dalam mencapai tujuan karena ada rintangan, frustasi ada yang bersifat
intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana
alam, kematian orang yang dicintai, kegoncangan ekonomi, pengangguran,
perselingkuhan, dan lain-lain).
b. Konflik
Timbul karena tidak bisa
memilih antara dua atau lebih macam-macam keinginan, kebutuhan, atau
tujuan. Bentuknya approach-approach conflict, approach-avoidance conflict,
avoidance -avoidance conflict.
c. Tekanan
Timbul sebagai akibat
tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari dalam diri individu,
misalnya cita-cita atau norma yang terlalu tinggi. Tekanan yang berasal dari
luar individu
d. Krisis
Krisis yaitu keadaan
yang mendadak, yang menimbulkan stres pada individu, misalnya kematian orang
yang disayangi, kecelakaan dan penyakit yang harus segera operasi.
Namun keadaan stres yang
dialami oleh individu dapat terjadi beberapa sebab sekaligus, misalnya
kombinasi antara frustasi, konflik dan tekanan. Stres psikis/
emosional, disebabkan oleh gangguan hubungan interpersonal, sosial,
budaya, atau keagamaan.
Kesimpulannya, stres adalah
suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran, dan kondisi
fisik seseorang. Ketegangan ini dapat terjadi karena adanya kesenjangan antara
harapan dan kenyataan, atau dengan perkataan lain, kenyataan yang tidak seindah
dengan harapan.
Definisi coping style
Strategi coping adalah tindakan orang yang dapat
menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau meminimalis pengaruh dari stressor dan dapat meliputi strategi
tingkah laku dan strategi psikologis. (Ciccarelli & Meyer, 2006: 430).
Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh Taylor (dalam Baron & Byrne,
2005) yang menganggap coping sebagai cara individu untuk mengatasi atau
menghadapi ancaman-ancaman dan konsekuensi emosional dari ancaman-ancaman
tersebut. Menurut Stone dan Neale (dalam Daulay, 2004) coping meliputi
segala usaha yang disadari untuk menghadapi tuntutan yang penuh tekanan.
Lazarus dan Launiers (dalam Daulay, 2004) coping terdiri dari
usaha-usaha, baik yang berorientasi pada tindakan dan intrapsikis untuk
mengatur (menguasai, menghadapi, mengurangi atau meminimalkan) tuntutan
lingkungan dan internal serta konflik diantara keduanya. Berdasarkan
pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa coping stres
adalah suatu upaya yang dilakukan individu untuk mengurangi mentoleransi, atau
mengatasi stress yang ditimbulkan oleh sumber stres yang dianggap membebani
individu.
Proses Coping Stres
Menurut Taylor (2009), proses coping melibatkan dua
sumber daya coping, yaitu sumber daya internal dan sumber daya
eksternal. Sumber daya internal adalah gaya coping dan atribut personal.
Sedangkan sumber daya eksternal meliputi uang, waktu, dukungan sosial, dan
kejadian lain yang mungkin terjadi pada saat yang sama. Semua faktor ini saling
berinteraksi dalam mempengaruhi proses coping (Taylor, 2009). Di bawah
ini dapat dilihat proses coping yang diungkapkan oleh Taylor (2009).
Jenis-Jenis Strategi Coping
Lazarus (dalam Santrock,
2003) membedakan dua strategi coping, yaitu Menghilangkan stres dengan
mekanisme pertahanan, dan penanganan yang berfokus pada masalah, yaitu :
1). Coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping)
adalah strategi kognitif untuk penanganan stres atau coping yang
digunakan oleh individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha
menyelesaikannya.
a)
Membuat individu yang bersangkutan menerima tanggungjawab
untuk menyelesaikan atau mengontrol masalah yang menimbulkan stress. Dengan
merubah situasi dari masalah yang bersangkutan, diharapkan efek stressnya juga
akan menghilang.
b)
Menyiapkan semacam rencana untuk menyelesaikan masalah
penyebab stress, dan mengambil tindakan untuk melaksanakan rencana tersebut.
Terdapat indikator yang
akan diukur. Semuanya akan dijelaskan sebagai berikut (dalam Auerbach dan
Grambling, 1998). Berorientasi pada Permasalahan (problem-solving focused)
1.
Confrontive coping
Merupakan usaha yang
bersifat agresif dalam mengubah situasi, termasuk dengan cara mengambil resiko.
Individu melakukannya dengan cara bertahan pada apa yang diinginkan.
2.
Planful problem solving
Memusatkan usaha pada
masalah dengan hati-hati untuk mengatasi situasi yang menekan. Langkah lainnya
dalam strategi ini adalah membuat perencanaan dari hal-hal yang akan dilakukan
untuk mengatasi masalah dan menjalankan rencana tersebut.
3.
Seeking social support
Usaha-usaha mencari
nasihat, informasi, atau dukungan emosional pada lingkungan sosial di
sekelilingnya. Caranya meminta pendapat orang lain terkait pemecahan masalah
yang dihadapinya. Berorintasi pada emosi (emotion focused)
4.
Distancing
Usaha yang bertujuan
untuk menjaga jarak antara diri sendiri dengan masalah yang dihadapi dan
bertingkah laku mengabaikan masalah tersebut. Individu dengan kondisi seperti
ini merusaha menolak atau larut dalam masalah, dan menganggapnya seakan tidak
pernah terjadi sesuatu.
5.
Self control
Usaha yang dilakukan
oleh individu untuk mengatur perasaan-perasaan tersebut dengan cara
menyimpannya. Individu akan berusaha menyimpan keadaan atau masalah yang sedang
dihadapi agar orang lain tidak tahu
6.
Accepting responsibility
Usaha strategis yang
pasif dimana individu mengakui atau menerima dirinya memiliki peran dalam
maslaah tersbeut. Individu akan mengkritisi diri sendiri apabila sedang
menghadapi masalah dan ia merasa dirinya yang bertanggung jawab.
7.
Escape avoidance
Strategi berupa perilaku
menghindar atau melarikan diri dari masalah dan situasi stres dengan cara
berkhayal atau berangan-angan juga dengan cara makan, minum, merokok,
menggunakan obat-obatan. Individu berharap dnegan strategi tersebut situasi
buruk akan segera berlalu.
8.
Positive reappraisal
Usaha-usaha untuk
menemukan makna yang positif dari masalah atau situasi menekan yang dihadapi,
dan dari situasi tersbeut individu akan berusaha menemukan suatu keyakinan baru
yang difokuskan pada pertumbuhan pribadi.
9.
Seeking social support
Strategi yang dipakai
individu untuk mendapatkan simpati dan pengertian orang lain.
2). Coping yang berfokus pada emosi (emotion-focused coping)
adalah untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon
terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan
penilaian defensif. Dalam emotion focus coping ini seseorang menghadapi
stress dengan fokus kepada bagaimana menata dirinya secara emosional sehingga
siap menghadapi stress itu sendiri. Beberapa contoh penerapan teknik emotion-focused
coping antara lain:
a) Menerima simpati
dan pengertian dari seseorang (teman, saudara atau support group lainnya)
b)
Mencoba untuk melihat sesuatu dari sisi lain (yang lebih
positif).
budaya
Sibrani merangkum definisi-definisi budaya menurut Taylor,
Wilson, Goodenough, dan Murdock, kebudayaan adalah segala pengetahuan milik
masyarakat yang ditransmisikan dan dikomunikasikan secara sosial yang tercermin
dalam ide, tindakan dan hasil kerja manusia, berfungsi dalam kehidupan
bermasyarakat, yang harus dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat
tersebut. Matsumoto mendefinisikan budaya sebagai serangkaian sikap, nilai,
kepercayaan, dan perilaku yang dipakai bersama sekelompok orang, yang
dikomunikasikan dari generasi kegenerasi.
Salah satu variabel penting dalam coping stres budaya yang mempengaruhi dan membentuk
perilaku sosial. Setiap kebudayaan memiliki anggapan dan keyakinan yang berbeda
tentang perilaku tertentu. Pada setiap etnis tertanam stereotip yang merupakan
pencerminan dari karakteristik budayanya. Stereotip adalah penilaian terhadap
suatu etnis dengan berdasarkan persepsi individu
terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan. Dengan kata lain,
penstereotipan adalah proses menempatkan orang-orang ke dalam kategori-kategori
tertentu, atau penilaian terhadap obyek-obyek berdasarkan kategori-kategori
yang sesuai berdasarkan karakteristik individual mereka (Umiyati, 2009).
Stereotip adalah kombinasi dari ciri-ciri yang paling
sering diterapkan oleh suatu kelompok tehadap kelompok lain, atau oleh
seseorang kepada orang lain. Secara lebih tegas Matsumoto
mendefinisikan stereotip sebagai generalisasi kesan yang kita miliki mengenai seseorang
terutama karakter psikologis atau sifat
kepribadian.
Karakteristik masyarakat
etnis Jawa
Dalam
buku The religion of Java karangan Clifford Geertz, disebutkan bahwa orang Jawa memiliki
stereotipe sebagai suku bangsa yang sopan dan halus. Tetapi mereka juga
terkenal sebagai etnis yang tertutup dan tidak mau terus
terang. Sifat ini diyakini berdasarkan watak orang Jawa yang ingin menjaga
harmoni atau keserasian dan menghindari konflik. Oleh karena itu, tindakan yang
mengusahakan kepentingan pribadi tanpa menperhatikan persetujuan masyarakat,
atau berusaha untuk maju sendiri tanpa mengikutsertakan kelompok, dinilai
kurang baik (Suseno dalam Ekawati dan Nashori, 2006).
1.
Karakteristik masyarakat etnis Makassar
Makassar sebagai salah
satu etnis yang tidak terlepas dari stereotipe etnis lain. Stereotipe dalam hal
ini lebih fokus kepada yang memberikan penilaian atas etnis tertentu.kenyataannya, persepsi orang di luar etnis Makassar cukup beragam. Orang Makassar terkenal dengan
karakternya yang cenderung kasar, emosional, kolot dan cepat marah. Ada pula
yang menilai sifat khas orang mkassarcukup sopan, jujur, senang menerima tau
dan masih tradisional (warnaen, 2002 : 21-220). Dari beberapa sifat khas ini,
terlihat bahwa persepsi tentang orangMakassar ada yang negatif (tidak baik)
dan positif (baik).
2.
Kerangka berfikir
Fungsi mahasiswa
|
Coping stres
|
-
Jenis kelamin
-
Tingkat pendidikan
-
Perkembangan usia
-
Konteks lingkungan, sumber individual dan kebudayaan
-
Status sosial ekonomi
|
Masyarakat etnis
Makassar
|
Masyarakat etnis
Jawa
|
problem-focused coping
|
Emosional -focused
coping
|
Agent of change
|
Moral force
|
Social control
|
Iro stock
|
Kecerdasan
intelektual, sosial , dan emosi/psikologis
|
Dalam menjalankan fungsi
dan peran kemahasiswaannya seperti agent
of change, iron stok, mral force, dan sosial
control mahasiswa tentunya harus
mempunyai kecerdasan secara inteletual, sosial dan emosi (psikologis).
Kecerdasan sosial dan emosi dapat tercapai ketika individu mampu memecahkan
suatu masalah. Jika seorang indivdu salah atau
kurang tepat dalam menyelesaikan suatu permasalahan, maka hasilnyapun akan
kurang memuaskan, hingga dapat menimbulkan stres. Untuk itu diperlukan cara untuk
mengatasi masalah tersebut dengan menggunakan coping stres pada lingkungannya. Strategi coping terbagi 2 jenis yakni problem-focused coping dan emosional-focused coping. Dalam
pemilihan coping stres individu dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah
satunya adalah kebudayaan. Hal tersebutlah yang menyebabkan perbedaan pemilihan
coping stres pada tiap individu. Karena budaya Jawa dan budaya Makassar
jelas berbeda, maka nilai – nilai yang tertanam pada individu yang berasal dari etnis jawa dan makassar
pasti memiliki perbedaan. Kemudian perbedaan inilah yang akan dibandingkan oleh
peneliti.
3.
Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian
ini adalah :
H0 = Tidak
ada perbedaan coping stress antara etnis Jawa dan etnis Makassar.
Ha = Ada perbedaan coping stress antara etnis
Jawa dan etnis Makassar.
G.
Metode Penelitian
1.
Jenis Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan penulis dilihat dari
pendekatan analisisnya adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif
adalah penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerikal yang
diolah dengan metode statistik (Azwar, 2009:
5). Dilihat dari kedalaman analisisnya jenis penelitian yang digunakan penulis
adalah penelitian. Penelitian Komparatif
adalah penelitian yang diakukan untuk membandingkan nilai satu variable dengan
variable lainnya dalam waktu yang berbeda. (Edy
Purwanto, 2011:9). Metode pengumpulan data dalam penelitian
ini menggunakan Skala Psikologi.
Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini
terdiri dari variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y).
Variabel X = Kelompok
etnis, dalam hal ini adalah etnis Jawa dan etnis Makassar.
Variabel Y = coping
stres
2.
Definisi operasional
Stres adalah ketegangan pikiran yang
terjadi pada seseorang. Ketegangan ini dapat terjadi karena adanya kesenjangan
antara harapan dan kenyataan, atau dengan perkataan lain, kenyataan yang tidak
seindah dengan harapan. stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi
emosi, proses pikiran, dan kondisi fisik seseorang. Kondisi yang
disebabkan adanya stres adalah kondisi yang sangat bruk dan tidak mengenakkan
bagi setiap orang. karenanya setiap orang akan senantiasa berusaha untuk
menghindari ketegangan (stres) dan membebaskan diri dari belenggu penyakit jiwa
tersebut dengan berbagai cara dan upaya yang disebut coping stress.
3.
Populasi dan Sempel
Populasi
Populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksudkan untuk diselidiki (Hadi, 2004 : 220). Populasi adalah seluruh
individu yang dimaksudkan untuk diselidiki dan paling sedikit mempunyai sifat
yang sama (Hadi, 2004 : 220).
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa
Universitas Negeri Semarang. Sebagai suatu
populasi, subyek ini harus memiliki karakteristik yang sama agar dapat
dibedakan antara kelompok subyek yang satu dengan
kelompok subyek :
1). Mahasiswa UNNES ( Universitas Negeri Semarang ).
2). Mahasiswa UNM ( Universitas
Negeri Makassar ).
3). Masih tecatat menjadi
mahasiswa Aktif Kuliah.
4). Mahasiswa etnis Jawa dan mahasiswa etnis
Makassar di UNNES dan UNM.
Kedua universitas ini dipilih karena dianggap memenuhi
kriteria penelitian. Di kedua universitas ini, peneliti akan mudah menemukan
sampel penelitian. Di UNNES, didominasi oleh mahasiswa beretnis Jawa, sedangkan
di UNM sendiri, populasi mahasiswa beretnis Makassar sangat besar.
Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang dapat mewakili
populasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan peneliti dalam penelitian
ini adalah menggunakan simple random
sampling. Dimana sampel penelitian diambil secara acak tetapi dengan
kriteria-kriteria yang dapat mendukung variabel penelitian.
Dalam
penelitian Perbedaan coping stress
antara mahasiswa etnis Jawa dengan etnis
Makassar (penelitian terhadap mahasiswa etnis jawa dan
mahasiswa etnis makassar) sampel yang akan diteliti adalah mahasiswa etnis Jawa dan mahasiswa etnis Makassar di UNNES dan di UNM.
4.
Alat Pengumpulan data
Teknik Pengskalaan
Terdapat beberapa cara
untuk mengukur sikap, diantaranya adalah self-report. Self report merupakan
metode penilaian sikap dimana responden ditanya secara lansung tentang
keyakinan atau perasaan mereka terhadap suatu objek atau kelas objek. Dalam hal
ini untuk mengetahui perbedaan coping
stres maka digunakan skala likert.
a. Skala Likert summated ratings
Merupakan teknik self
report bagi pengukuran sikap dimana subjek diminta untuk mengindikasikan
tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan mereka terhadap masing masing
pernyataan. Skala likert adalah salah satu teknik pengukuran sikap yang paling
sering digunakan dalam riset pemasaran. Dalam pembuatan skala likert, periset
membuat beberapa pernyataan yang berhubungan dengan suatu isu atau objek, lalu
subjek atau responden diminta untuk mengindikasikan tingkat kesetujuan atau
ketidaksetujuan mereka terhadap masing-masing pernyataan.
Skoring
Skala ini terdiri dari
lima pilihan jawaban. Masing-masing jawaban sangat setuju (SS), setuju (S),netral
(N),tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS). Untuk item favorable jawaban
sangat setuju (SS) diberi skor 5, setuju (S) diberi skor 4, netral (N) diberi
skor 3 tidak setuju (TS) diberi skor 2 dan sangat tidak setuju (STS) diberi
skor 1. Untuk item unfavorable jawaban sangat setuju (SS) diberi skor 1, setuju
(S) diberi skor 2, netral (N) diberi skor 3 tidak setuju (TS) diberi skor 4 dan
sangat tidak setuju (STS) diberi skor 5.
Blue print
Blue print stategi coping sesuai dengan pembagian strategi copng menrut
Lazarus &folkman (1984 ; nevid
; 2003 ; 144)
no
|
Aspek
|
Indikator
|
Aitem
|
Jumlah
|
|
Favoriable
|
Unfaforiable
|
||||
1
|
Problem focused coping
|
Penyelesaian masalah secara langsung
|
2, 5, 13
|
6, 7,
|
16
|
2
|
-
Penyusunan rencana pemecahan
|
9, 10,
|
11, 15
|
||
3
|
-
Memikirkan dan mempertimbangkan
alternatif pemecahan masalah
|
14
|
3, 4
|
||
4
|
-
Berhati hati dalam memutuskan
strategi pemecahan masalah
|
17
|
8
|
||
5
|
-
Meminta pendapat orang lain dalam
mengevaluasi strategi pemecahan masalah yang pernah dilakukan
|
19, 18
|
20
|
||
6
|
Emotion focused coping
|
-
Berkhayal telah melakukan
penyelesaian masalah
|
21, 23,
|
22
|
15
|
7
|
-
Tidak mau memikirkan masalah
|
26, 25
|
12
|
||
8
|
-
Menyalahkan diri akan
permasalahan yang terjadi
|
27, 1
|
31
|
||
9
|
-
Mencari makna di balik permasalah
yang terjadi
|
29
|
28
|
||
10
|
-
Melihat hal penting lain dalam
kehidupan dirinya
|
30, 24
|
16
|
5.
Validitas dan
reliabelitas
Validitas adalah derajat ketepatan antara data yang
terdapat di lapangan dan data yang dilaporkan oleh peneliti. Terdapat dua macam
validitas penelitian, yaitu validitas internal dan validitas eksternal.
Validitas internal berkenaan dengan derajat akurasi antardesain penelitian dan
hasil yang dicapai. Validitas eksternal berkenaan dengan derajat akurasi, dapat
atau tidaknya hasil penelitian digeneralisasikan atau diterapkan pada populasi
tempat sampel tersebut diambil. Bila sampel penelitian representatif, instrumen
penelitian valid dan reliabel, cara mengumpulkan dan menganalisis data benar,
penelitian akan memiliki validitas eksternal yang tinggi.
Validitas yang digunakan adalah validitas isi yang
menunjukkan pada ediven bahwa item – item pada suatu tes mempresentasikan
kawasan yang telah di tetapkan atau domain isi yang hendak di ukur. Instrumen
penelitian akan di uji validitasnya dengan mencari daya beda menggunakan
analisis korelasi product moment dan dengan expert
jugment.
Reliabilitas berkenaan dengan derajat konsistensi dan
stabilitas data atau temuan. Suatu data dinyatakan reliabel apabila dua atau
lebih peneliti dalam objek yang sama menghasilkan data yang sama atau peneliti
yang sama dalam waktu yang berbeda menghasilkan data yang sama atau sekelompok
data bila dibagi menjadi dua kelompok menunjukkan data yang tidak berbeda.
Untuk menguji reliabilitas instrumen maka di gunakan metode
konsistensi internal yaitu menunjukkan pada seberapa bagus tiap itrm lain.
Dengan teknik alpha crobach.
6.
Analisis data
Pengumpulan data yang dilakukan dari
suatu penelitian dimaksudkan untuk mendapatkan suatu
data yang relevan dan akurat sehingga metode yang digunakan harus tepat. Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Skala Psikologi. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
menggunakan Skala Psikologi. Agar kiranya proses pengolahan data menjadi lebih mudah dan valid, maka proses
pengolahan data tersebut akan menggunakan bantuan program SPSS dengan teknik
statistik komparatif yaitu T-test
Independent. Spesialisasi T-test independent akan menguji hipotesis
perbedaan yang memiliki dua kelompok (Vernoy dan Kyle, 2001).
DAFTAR PUSTAKA
-
Sumita Roy. 2005. mananging
stress. India : New Dawn Press Grup.
-
D.M. Pestonjee. 1992. Stress
and Coping. the indian experience: Sage Publications
-
http://sp2010.bps.go.id/index.php/site?id=33&wilayah=Jawa-Tengah diunduh pada 3 oktober 2012 09.00 AM
-
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16704/3/Chapter%20II.pdf diunduh pada 3 oktober
2012 09.00 AM
-
Azwar, Syaifudin. 2005. Metode
Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
- Azwar, Sarifudin. 2009. Penyusunan
Skala Psikologi. Yogyakarta : Pusta
- http://sosbud.kompasiana.com/2012/03/30/berstereotip-berprasangka-yuukkk/ diunduh pada 4 oktober
2012 16.00 PM
-
Nasir, Sudirman.Culture, local construct of masculinity and
HIV-risk practicesamong young male IDU in a slum area in Makassar, Indonesia. Diakses dihttp://socialcapital.weebly.com/uploads/1/0/5/9/1059736/nasir_culture_hiv_risk_makassar.pdf pada 24 Februari 2010.
-
Warnaen, Suwarsih. 2002. Stereotipe Etnis dalam Masyarakat
Multietnis
-
Purwanto, Edy. 2011. Metode
Penelitian Kuantitatif. Semarang : UNNES
hasilnya gimana mbak ? apakah ada perbedaan coping stres antara etnis jawa dan makassar? etnis mana yang lebih bagus coping stresnya ?
BalasHapus