Minggu, 22 September 2013

resiko ditanggung sendiri bagi yg copas ^_^

PUZZLE
07/EXP/2013

Nama Peneliti              : Dian Puspitasari K
NIM                            : 1171040103
Tanggal Penelitian       : 16 Mei 2013
Waktu Penelitian         : Pukul 15.50-16.36 WITA
Tempat Penelitian       : Laboratorium Fakultas Psikologi UNM
 



7.1 Rumusan Masalah
Dalam proses berpikir seseorang untuk memecahkan masalah, dia akan menggunakan petunjuk-petunjuk tertentu yang ada (guide) sebagai pegangan untuk mempermudah pemecahannya. Berapa besar pengaruh petunjuk (guide) itu pada proses berpikir individu, bila dibandingkan dengan tidak menggunakan petunjuk (guide)? Petunjuk yang dimaksud di sini adalah petunjuk tentang pembatasan waktu untuk penyelesaian masalah.

7.2 Kajian Pustaka dan Hipotesis
7.2.1 Kajian Pustaka
7.2.1.1 Berpikir
      Walgito (2004:195) mendefinisikan bahwa berpikir adalah suatu proses yang melibatkan aktifitas mental, aktifitas kognitif yang bersifat mengelola dan memanipulasi informasi yang berasal dari lingkungan dengan simbol ataupun materi-materi yang telah tersimpan dalam ingatan jangka panjang individu tersebut yang ada dalam long term memory. Aliran behaivorisme mendefinisikan berpikir yaitu sebagai penguatan antara respon dan stimulus. Aliran asosiasionis mengemukakan bahwa berpikir sebagai suatu proses yang melibatkan asosiasi antara respon atau bayangan antara satu respon dan bayangan yang saling berkaitan.
      Walgito (2004:195) mengemukakan bahwa aspek atau indikator dari berpikir yaitu goal directed, yang berarti berpikir tentang suatu hal untuk mendapatkan pemecahan masalah atau mendapatkan hal-hal yang baru. Berpikir juga dapat dikatakan sebagai pemrosesan informasi-informasi dari suatu stimulus yang ada (starting position), hingga pada pemecahan masalah (problem solving). Berpikir dapat didefinisikan sebagai suatu proses kognitif yang melibatkan stimulus dan respon.
      Walgito (2004:196) menyatakan bahwa simbol-simbol yang terdapat dalam berpikir secara umum berupa kata-kata dan bahasa, yakni bahasa dan proses bepikir mempunyai kaitan yang erat. Bahasa menciptakan berbagai simbol-simbol yang memungkinkan individu dapat berpikir dengan sangat sempurna jika dibandingkan dengan makhluk lain di dunia. Bahasa bukan merupakan alat utama yang dapat digunakan pada proses berpikir, namun masih banyak aspek yang dapat digunakan dalam proses berpikir yakni bayangan atau gambaran (image).
      Walgito (2004:196) mengemukakan bahwa menggunakan gambaran atau (image) yang merupakan suatu cognitive map, yang kemudian memberikan suatu gambaran tentang situasi yang sedang dihadapi. Gambaran yang diperoleh tersebut, memberikan individu suatu visual map atau cognitive map. Suatu gambaran visual map atau cognitive map tersebut yang sering disebut non-verbal thinking. Individu yang berpikir menggunakan suatu skema tertentu, dikategorikan pula sebagai non-verbal thinking.
      Suharnan (2005:279) menyatakan definisi berpikir menurut tinjauan informasi dapat dikategorikan menjadi dua bagian yang bersifat berkesinambungan yakni Lower order cognition (LOC) adalah komponen-komponen yang berada pada urutan pertama pada proses-proses kognitif dan bersifat dangkal, sebagai contoh presepsi. Pengenalan pola dan ingatan yaitu komponen-komponen yang berada pada urutan akhir dari seluruh proses kognitif pada indidu yakni berpikir, penalaran,pembentukan konsep, bahasa dan pemecahan masalah. Pemikiran menggunakan beberapa asumsi, yang pertama pada komponen proses kognitif tidak dapat dipisahkan antara satu bagian dengan bagian yang lain. Asumsi lain dari pemikiran yaitu proses kognitif yang berada pada level yang lebih tinggi (HOC) yang didasarkan pada suatu proses-proses kognitif yang berada pada level yang lebih rendah (LOC).
      Glass dan Holyoak (Suharnan, 2005:280) mendefenisikan berpikir adalah sebagai bagian dari proses menghasilkan representasi dari mental pada tahap mengtransfer informasi. Proses tersebut melibatkan interaksi secara lebih kompleks antara bagian-bagian dari mental seperti penilaian, abstraksi, imajinasi, penalaran serta pemecahan masalah. Walgito (2004:196) mengemukakan bahwa berpikir dapat menggunakan suatu gambaran-gambaran. Gambaran atau image, namun sebagian besar individu berpikir dengan menggunakan bahasa, yaitu berpikir dengan menggunakan symbol dari bahasa dengan segala macam syarat atau ketentuan. Bahasa merupakan alat yang sangat penting dalam berpikir, maka sering dinyatakan bila individu berada pada proses berpikir, individu tersebut seperti berbicara dengan diri sendiri.
 7.2.1.2 Pemecahan Masalah
     Suharnan (2005:282) mengemukakan bahwa masalah adalah suatu hal yang selalu nampak pada setiap kehidupan individu. Hampir setiap hari individu dihadapkan pada berbagai macam masalah yang harus segera untuk diatasi. Berbagai masalah yang terjadi berasal dari berbagai faktor baik dari faktor eksternal yaitu yang berasal dari lingkungan maupun faktor internal yaitu yang berasal dari dalam diri individu. Masalah tersebut mulai dari masalah yang mudah untuk dihadapi sampai pada masalah yang paling sulit untuk dihadapi dan dari masalah yang sudah jelas (defined problem) sampai pada masalah yang belum jelas (illdefined problem).
      Suharnan (2005:283) menyatakan masalah sering disebut sebagai kesulitan, hambatan, ketidakpuasan, kesenjangan dan hambatan. Anderson, dkk (Suharnan, 2005:283) mengemukakan bahwa masalah adalah suatu kesenjangan antara kondisi saat ini dengan kondisi yang akan dating atau dengan tujuan yang ingin dicapai. Keadaan saat ini biasa disebut original state, sedangkan kondisi yang diharapkan biasa disebut final state. Suatu masalah timbul apabila ada penghalang atau hambatan yang menjadi pemisah antara present state dengan goal state.

      Feynman (Selcuk, Calıskan, & Erol 2008:151) menyatakan bahwa pemecahan masalah didefinisikan sebagai merumuskan dari jawaban-jawaban baru, kemudian melampaui aplikasi sederhana dari aturan yang dipelajari atau pengalaman sebelum peristiwa tersebut untuk menciptakan solusi. Pemecahan masalah merupakan tugas investigasi mengeksplorasi solusi untuk mencapai tujuan dari memberikan informasi. Heller dan Reif (Selcuk, Calıskan, & Erol 2008:151) mengemukakan pemecahan masalah merupakan kegiatan intelektual menuntut kepentingan sentral dalam bebagai bidang ilmu apapun.

      Polya (Kalat 2008:300) pemecahan masalah dapat digambarkan dalam empat bagian yaitu memahami masalah, menyusun rencana, melaksanakan rencana tersebut, dan melihat ke belakang. Memahami masalah yaitu memahami ataumengetahui beberapa masalah yang berada di hadapan  dan dapat dinyatakan dengan jelas masalah yang sedang dihadapi. Solusi terkadang mudah sekali didapatkan untuk memecahkan suatu masalah. Individu yang tidak mengetahui memecahkan masalah, secara berlawanan memulai dari strategi yang lebih sederhana dalam penyelesaian masalah.

      Polya (Kalat 2008:302) setelah individu memahami atau menyederhanakan masalah, individu kemudian menyusun rencana untuk menyelesaikan masalah tersebut. Penyelesaian masalah memiliki beberapa rencana antara lain rencana tunggal, atau rencana dalam kedua situasi. Memecahkan suatu masalah akan lebih cepat jika individu mengenali atau telah mengalami dan memperoleh pengalaman dari peristiwa terdahulu yang telah ditemukan pemecahan masalah tersebut. Corte (Kalat, 2008:302)  mengemukakan bahwa individu dengan cepat akan memilih rencana yang tepat. Individu sering gagal untuk mengenali kesamaan antara satu masalah dan lain, Seperti jika individu telah belajar untuk menggunakan rumus matematika, individu mungkin tidak menyadari bahwa rumus yang sama berlaku untuk beberapa masalah di kelas fisika.
     Polya (Kalat, 2008:302) individu yang telah memilih rencana, kemudian individu tersebut perlu mencoba ide-ide yang telah berada pada pemikiran terdahulu. Individu lalu melihat seberapa baik dalam bekerja dan dalam menyelesaikan suatu masalah yang sedang dihadapi. Terkadang ide terlihat baik saat masih ide tersebut masih berupa teoritis sampai individu mencoba dalam praktek pemecahan masalah. Individu memikirkan cara atau ide untuk memecahkan masalah, individu tersebut memeriksa kembali, cara yang kemudian mungkin dipertimbangkan untuk kegunaan lain dari ide atau cara untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Individu dapat menggunakan solusi yang sama untuk masalah yang lain pada situasi yang sama ataupun berbeda.
      Davidson dan Sternberg (2003:26) Pengetahuan individu berdasarkan pada pengalaman terdahulu akan mempengaruhi kemampuan individu untuk mendefinisikan masalah dengan benar. Individu mungkin gagal untuk melihat kemunculan suatu masalah jika masalah tersebut bertentangan dengan harapan individu yang telah diyakini terdahulu. Individu memiliki skema tentang suatu masalah, yang terkadang menyesatkan karena mungkin individu tersebut memiliki kesulitan untuk dapat berpikir secara fleksibel yang menghambat kemampuan individu untuk berpikir tentang solusi dalam bentuk atau cara yang lain.
Davidson dan Sternberg (2003:26) mengemukakan proses yang terlibat dalam masalah yakni pengakuan, definisi, dan perwakilan adalah hal yang cukup beragam., Individu untuk dapat melihat masalah harus secara luas untuk mengumpulkan potongan informasi yang relevan pada suatu situasi. Tambahan pengetahuan dari pengalaman masa lalu dengan masalah yang sama juga harus dioleh kembali untuk memudahkan dalam menghadapi masalah pada situasi sekarang. Perbedaan individu dalam kemampuan kognitif dan kepribadian mungkin menjelaskan menganai beberapa individu akan lebih baik untuk memecahkan masalah jika dibandingkan dengan individu lain.
7.2.1.3 Intelegensi
      Crider (Azwar, 2011:3) mendefenisikan intelegensi yang diibaratkan seperti listrik, yang berarti mudah untuk dapat diukur tetapi hampir mustahil untuk didefenisikan. Hal tersebut mengandung arti bahwa intelegensi merupakan suatu kekeuatan untuk melakukan suatu aktivitas. Masyarakat megenal istilah intelegensi sebagai kecerdasan, kepandaian, ataupun kemampuan dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. Thorndike (Azwar, 2011:6) mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan dalam memberikan respon secara baik dari sudut pandang kebenaran atau berdasarkan fakta.
      Stoddard (Azwar, 2011:6) menyatakan intelegensi sebagai bentuk dari kemampuan individu dalam memahami suatu permasalahan. Masalah dapat dikategorikan apabila memuat aspek mengandung kesulitan atau kesukaran, kompleks atau menyangkut bermacam jenis tugas yang harus di selesaikan secara baik yang berarti individu mampu menyerap dan menggabungkan kemampuan yang telah dimiliki untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Aspek lain yang terdapat dalam masalah adalah abstrak yang berarti yang memiliki simbol atau kode yang memerlukan suatu analisa serta intrepertasi. Ciri-ciri lain yang terdapat pada intelegensi dalam masalah adalah ekonomis yakni dapat diselesaikan dengan mengunakan proses mental yang efisien dalam menggunakan waktu. Tujuan merupakan pula ciri-ciri dari integensi dalam suatu masalah yang berarti yang dilakukan yang mengacu pada suatu arah atau memilki target yang jelas. Defenisi lain dari intelegensi dikemukakan oleh Walters dan Gardner (Azwar, 2011:7) bahwa intelegensi berarti suatu kemampuan atau serangkaian kemampuan yang memungkinkan individu dalam memecahkan suatu permasalahan. Flynn (Azwar, 20011:7) menyatakan bahwa integensi adalah kemampuan untuk dapat berpikir secara abstak dan kesiapan untuk dapat belajar dari pengalaman terdahulu.
7.2.1.4 Kreativitas
      Aldous (2007:176) mengemukakan defenisi dari kreativitas, yaitu kreativitas dapat dinyatakan dalam berbagai bentuk seperti teori, puisi, tarian, bahan kimia, proses, atau sebuah simfoni untuk menyebutkan beberapa bentuk baru yang efektif. Pertimbangan adalah masalah kreatif yang berhasil memecahkan dilakukan dalam bidang ilmu pengetahuan dan matematika. Aldous lebih juga mendefinisikan hubungan antara kreativitas dan pemecahan masalah perlu untuk memeriksa hal yang membuat pemecahan masalah menjadi kreatif.
       Aldous (2007:178) mengemukakan sebuah studi baru pada kreativitas dan pemecahan masalah yang melibatkan analisis pemecahan masalah yang bersumber dari beberapa ahli. Aldous kemudian mendefinisikan bahwa kreativitas yang terlibat interaksi dari tiga kegiatan yaitu interaksi antara penalaran visual-spasial dan analitis atau lisan. Masalah dapat dikategorikan menurut jalur yang jelas untuk solusi dari masalah yang terstruktur dengan baik dan memiliki jalan yang jelas untuk solusi tersebut di dunia nyata. Masalah memiliki dua kategori mungkin merupakan kontinum kejelasan dalam memecahkan daripada dua kelas diskrit dengan batas yang jelas antara dua masalah. Meskipun demikian, kedua kategori tersebut berguna dalam memahami bagaimana orang memecahkan masalah. Selanjutnya, kita mempertimbangkan setiap jenis-jenis masalah secara lebih rinci.
      Greeno, Simon, dan Reed (Sternberg & Stemberg 2011:449) menyatakan kesalahan yang sering terjadi pada individu ketika mencoba untuk memecahkan masalah dengan baik dan terstruktur. Kesalahan yang sering terjadi tesebut yaitu individu secara tidak sengaja bergerak mundur, yakni kembali pada keadaan yang lebih jauh dari tujuan akhir. Individu membuat menyelesaikan masalah secara ilegal. Penyelesaian masalah secara illegal yaitu sebuah tahapan yang tidak diperbolehkan menurut ketentuan, seperti sebuah langkah yang mengakibatkan kerugian bagi pihak lain. Individu tidak menyadari hal yang harus dilakukan selanjutnya, mengingat. Fleck (Sternberg & Stemberg 2011:453) menemukan bahwa salah studi memiliki hubungan antara kapasitas kerja memori dan kemampuan untuk memecahkan masalah secara analitik.

7.2.2 Hipotesis
7.2.2.1 Individu
1.      Ada perbedaan kesalahan  pada proses berpikir individu dalam memecahkan masalah dengan adanya petunjuk (guide).

7.2.2.2  kelompok
1.      Ada perbedaan kesalahan  pada proses berpikir kelompok dalam memecahkan masalah dengan adanya petunjuk (guide).
2.      Ada korelasi antara cara pemecahan masalah melalui tes puzzle (tanpa mengingatkan batasan waktu, pada subjek 1) dengan tes SPM.

7.3    Metode Penelitian
7.3.1 Rancangan Penelitian
      Penelitian ini adalah  penelitian Randomized Experiment and Nonexperimental dengan menggunakan The Basic Randomized Design Comparing Two Treatments and Correlational Design.

7.3.2   Sarana Penelitian
      Sarana yang digunakan dalam penelitian ini adalah komputer jinjing dilengkapi dengan program, puzzle, stopwatch, dan addo check.
7.3.3   Prosedur Penelitian
      Prosedur yang dijalankan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Peneliti mempersiapkan segala sesuatunya termasuk sarana yang akan digunakan.
2.    Observer menempati tempat duduk yang telah disediakan.
3.    Peneliti mempersilahkan subjek penelitian (OP) memasuki tempat penelitian.
4.    Peneliti memberikan instruksi awal berupa pengantar pada OP.
5.    Peneliti memberikan instruksi penelitian secara umum sebagai berikut: Subjek pertama akan hanya akan di beri tahu, di saat instruksi, bahwa waktu yang disediakan untuk menyelesaikan ketujuh pola adalah 7 menit (tanpa petunjuk). Sedangkan, subjek kedua akan diberi tahu, di saat instruksi, bahwa waktu yang disediakan untuk menyelesaikan ketujuh pola adalah 7 menit, dan akan diingatkan tiap menit bahwa waktu yang tersisa untuk menyelesaikan ketujuh pola sisa ... menit (dengan petunjuk).
6.    Peneliti memberikan instruksi akhir berupa penutup pada OP.
7.    Peneliti mempersilahkan dan menemani keluar OP ruangan.
8.    Peneliti masuk kembali ke dalam ruangan dan membenahi segala sesuatunya.
9.    Catatan: Subjek satu akan mengerjakan tugas lain berupa tes yang serupa SPM.

7.4 Hasil
7.4.1 Pencatatan Hasil
7.4.1.1 Individu
             Kesalahan
                          A1                                    68
                          A2                                    87
Keterangan : A1          = tanpa guide
                      A2         = dengan guide

7.4.1.2 Kelompok
      Data dalam penelitian ini, hipotesis satu di analisis dengan uji Wilcoxon, sedangkan  hipotesis dua dengan menggunakan korelasi pearson.         

7.1.1.1  Kelompok
No.
Tester
Kesalahan
SPM
A1
A2
1.
Ghoyba Nirsani
145
101
110
2.
Dimas Cakrawijaya
64
81
103
3.
Dian Puspitasari
68
87
114
4.
Khairun Hidayat
3
13
115
5.
Ruslin Yusuf
48
3
109
6.
Siti Mahira Idham
32
42
116
Keterangan: A1 = tanpa guide
                    A2 = dengan guide

7.4.2        Pengelolahan Hasil
7.4.2.1  Individu
Hipotesis 1
Uji Wilcoxon            
No.
Tester
Kesalahan
Beda
R
+R
-R
A1
A2
1
Ghoyba Nirsani
145
101
44
5
5

2
Dimas Cakrawijaya
64
81
-17
3

3
3
Dian Puspitasari
68
87
-19
4

4
4
Khairun Hidayat
3
13
-10
1,5

1,5
5
Ruslin Yusuf
48
3
 45
6
6

6
Siti Mahira Idham
32
42
-10
1,5

1,5
Jumlah
11
10
Keterangan : A1          = tanpa guide
                      A2         = dengan guide

N = 6
Hasil = 10
Tabel two-tailed Wilcoxon 5%
Nilai uji > Nilai tabel = 10 > 0         tidak signifikan


Hipotesis 2
Korelasi Pearson
No.
Tester
X
Y
X2
Y2
XY
1
Ghoyba Nirsani
145
110
21025
12100
15950
2
Dimas Cakrawijaya
64
103
4096
10609
6592
3
Dian Puspitasari
68
114
4624
12996
7752
4
Khairun Hidayat
3
115
9
13225
345
5
Ruslin Yusuf
48
109
2304
11881
5232
6
Siti Mahira Idham
32
116
1024
13456
3712
Jumlah
360
667
33082
74267
39583
Keterangan:         X = Error
                            Y = SPM
Penyelesaian:
rxy =
          rxy =
          rxy =
rxy =
rxy =  
rxy =  0.087
    df  = N-2
 = 6-2 = 4
T hitung = 0.087
T tabel signifikansi 5% = 0
 Nilai uji > Nilai tabel = 0.08 > 0         Tidak signifikan

7.4.3        Observasi
7.4.3.1  kondisi fisik
1.    Terdapat pendingin ruangan yang difungsikan.
2.    Subjek memakai kemeja berwarna biru.
3.    Terdapat beberapa meja dan kursi di dalam ruangan.
7.4.3.2  Kondisi Psikologis
1.    Subjek mengerakkan kepala keatas dan kebawah ketika tester menanyakan apakah anda telah mengerti?.
2.    Subjek mengerakkan tangan ke kepala kemudian menggerakkan tangan yang berada di kepala ke atas dan bawah.
3.    Subjek meggerakkan bibir ke kiri dan ke kanan secara bersamaan.
4.    Subjek mengatakan “susahnya”.
5.    Subjek menggerakkan kaki pada saat mengerjakan tes.



7.5    Pembahasan
7.5.1 Individu
      Dari hasil diatas ada perbedaan kesalahan pada proses berpikir individu dalam memecahkan masalah dengan adanya petunjuk (guide). Hal tersebut berdasar pada hasil kesalahan A1 (tanpa guide) sebanyak 68 kali kesalahan dan A2 (dengan guide) sebanyak 87 kesalahan, A1>A2, sehingga hipotesis diterima. Suharnan (2005:341)  mengemukakan bahwa berpikir adalah salah satu aktifitas kognitif yang lebih tinggi (higher order cognition) dan melibatkan proses kognitif yang lebih rendah (low order cognition) yang terdiri dari presepsi, ingatan, serta konsep-konsep lain. Proses berpikir secara umum diarahkan untuk memperoleh suatu pemecahan masalah.
7.5.2    Kelompok
1.      Tidak ada perbedaan kesalahan pada proses berpikir kelompok dalam memecahkan masalah dengan adanya petunjuk (guide). Hal tersebut berdasar pada  nilai uji = 10, nilai tabel two tiled Wilcoxon 5% = 0, nilai uji > nilai tabel, sehingga hipotesis ditolak. Suharnan (2005:343) mengemukakan bahwa strategi yang digunakan dalam menyelesaiakan suatu permasalahan terdiri  algoritmik dan heuristic. Algoritmik yaitu strategi yang telah terjamin dalam menemukan suatu  pemecahan. Heuristic yaitu merupakan  metode yang masih berupa kecenderung dan kemungkinan gagal masih nampak.
2.      Tidak ada korelasi antara cara pemecahan masalah melalui tes puzzle (tanpa mengingatkan batasan waktu, pada subjek 1 dengan tes SPM. Hal tersebut berdasar pada nilai uji T = 0.08 dan nilai tabel signifkansi 5% = 0, nilai uji > nilai tabel, sehingga hipotesis ditolak. Polya (Kalat 2008:302) mengemukakan individu yang telah memilih rencana, kemudian individu tersebut perlu mencoba ide-ide yang telah berada pada pemikiran terdahulu. Individu lalu melihat seberapa baik dalam bekerja dan dalam menyelesaikan suatu masalah yang sedang dihadapi. Setiap individu berbeda dalam mengemukakan ide dan berbeda dalam memilih rencana dalam mngatasi masalah yang sedang terjadi.

7.5    Simpulan
7.6.1 Individu
      Dari hasil diatas ada perbedaan kesalahan pada proses berpikir individu dalam memecahkan masalah dengan adanya petunjuk (guide). Hal tersebut berdasar pada hasil kesalahan A1 (tanpa guide) sebanyak 68 kali kesalahan dan A2 (dengan guide) sebanyak 87 kesalahan, A1>A2, sehingga hipotesis diterima.
7.6.2 Kelompok
1.      Tidak ada perbedaan kesalahan pada proses berpikir kelompok dalam memecahkan masalah dengan adanya petunjuk (guide). Hal tersebut berdasar pada  nilai uji = 10, nilai tabel two tiled Wilcoxon 5% = 0, nilai uji > nilai tabel, sehingga hipotesis ditolak.
2.      Tidak ada korelasi antara cara pemecahan masalah melalui tes puzzle (tanpa mengingatkan batasan waktu, pada subjek 1 dengan tes SPM. Hal tersebut berdasar pada nilai uji T = 0.08 dan nilai tabel signifkansi 5% = 0, nilai uji > nilai tabel, sehingga hipotesis ditolak
7.6      Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari
1.    Puzzle dalam kehidupan sehari-hari melatih kemampuan individu dalam mengatasi berbagai masalah dalam kehidupan. Polya (Kalat 2008:302) Mengemukakan bahwa setelah individu mengetahui hal yang menjadi masalah, individu tersebut kemudian menyusun rencana untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut. Pemecahan  masalah akan lebih cepat terselesaikan apabila individu telah mengalami dan telah ada pengalaman dari peristiwa terdahulu baik itu serupa atau tidak, yang telah berhasil keluar dari masalah tersebut.
2.    Puzzle dapat berperan untuk meningkatkan kreativitas individu seperti pada seniman. Aldous (2007:176) mengemukakan defenisi dari kreativitas, yaitu kreativitas adalah berbagai bentuk seperti teori, puisi, tarian, bahan kimia, proses, atau sebuah harmoni untuk menyebutkan beberapa bentuk baru secara lebih efektif. 
3.  Puzzle melatih daya analisis individu baik dalam menghadapi suatu masalah maupun dalam mengerjakan suatu daya analisa tinggi seperti mengerjakan soal matematika. Heller dan Reif (Selcuk, Calıskan, & Erol 2008:151) mendefenisikan bahwa pemecahan masalah merupakan kegiatan intelektual yang menuntut kepentingan sentral dalam bebagai bidang ilmu. Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang memerlukan daya konsentrasi dan analisa yang baik, sehingga puzzle berguna dalam meningkatkan daya analisis individu dalam kehidupan sehari-hari, seperti pengerjaan matematika.
4.    Penerapan dari puzzle dapat berperan sebagai motivasi dan meningkatkan pikiran positif dalam memecahkan berbagai masalah dalam kehidupan. Suharanan (2005:337) memaparkan bahwa sikap-sikap yang ada pada proses pemecahan masalah salah satunya adalah berpikir postif baik terhadap pemecahan masalah maupun pada kemampuan memecahkan masalah.
5.    Penerapan dari puzzle dapat membantu individu dalam pengambilan keputusan secara cepat dan tepat seperti penerapan strategi dalam perang. Suharnan (2005:315) menyatakan bahwa salah satu strategi menyelesaikan masalah adalah dengan forward search yaitu strategi yang berjalan kedepan yang memulai dari kenyataan yang dihadapi, kemudian secara bertahap menuju tujuan akhir yang diinginkan. Hal tersebut sesuai dengan penerapan dalam perang yang berawal dari kenyataan pada situasi yang di hadapi saat perang berlangsung.

Makassar, 24 Mei 2013

Asisten Pratikum                                                                          Peneliti

Tri Sulastri                                                                                     Dian Puspitasari K
NIM  10714019                                                                            NIM 1171040103




DAFTAR PUSTAKA

Aldous, C, R. (2007) Creativity, problem solving and innovative science: Insights
      from history, cognitive psychology and neuroscience, International
      education journal, 8(2), 176-186.

Azwar, S. (2011). Psikologi intelegensi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Kalat. J.W. (2008). Introduction to psychology (Edition 8). North Carolina
      State University. Thomson Learning, Inc.

Selcuk, S,G., Calıskan, S., & Erol, M. (2008) The effects of problem solving
      instruction on physics achievement, problem solving, Lat. Aam. j. phys.
      Educ. 2, No. 3.

Sternberg,J,R., & Davidson E, J. (2003) the psychology of problem solving, New York: United States of America by Cambridge University Press.

Sternberg, J, R,. Sternberg, K. (2011) Cognitive psychology, (6th ed).
Suharnan. (2005). Psikologi kognitif. Surabaya: Srikandi

Walgito, B. (2004). Pengantar psikologi umum. Yogyakarta: Andi







20

 


Fakultas Psikologi
Universitas Negeri Makassar

LAMPIRAN PUZZLE
07/EXP/2013

Penyajian
Subjek
Umur
Pendidikan
Seks
Waktu
A1
AA
19
SMA
PRIA
7 menit
A2
DN
19
SMA
PRIA
7 menit
Keterangan: A1 = Tanpa guide
                    A2 = guide
No.
Subjek
Kesalahan
Tes SPM
Keterangan
1.       
AA
68

Tanpa guide
2.       
DN
87
114
   guide

                                                                                               
                                                                                             Makassar,16 Mei 2013                                                   
                                                                                               Peneliti


                                                                                              Dian Puspitasari K
                                                                                              NIM 1171040103


Tidak ada komentar:

Posting Komentar