PUZZLE
07/EXP/2013
Nama Peneliti : Dian Puspitasari K
NIM :
1171040103
Tanggal Penelitian : 16 Mei 2013
Waktu Penelitian : Pukul 15.50-16.36 WITA
Tempat
Penelitian : Laboratorium Fakultas
Psikologi UNM
7.1 Rumusan Masalah
Dalam proses
berpikir seseorang untuk memecahkan masalah, dia akan menggunakan
petunjuk-petunjuk tertentu yang ada (guide)
sebagai pegangan untuk mempermudah pemecahannya. Berapa besar pengaruh petunjuk
(guide) itu pada proses berpikir
individu, bila dibandingkan dengan tidak menggunakan petunjuk (guide)? Petunjuk yang dimaksud di sini
adalah petunjuk tentang pembatasan waktu untuk penyelesaian masalah.
7.2
Kajian Pustaka dan Hipotesis
7.2.1
Kajian Pustaka
7.2.1.1
Berpikir
Walgito (2004:195) mendefinisikan bahwa berpikir
adalah suatu proses yang melibatkan aktifitas mental, aktifitas kognitif yang bersifat
mengelola dan memanipulasi informasi yang berasal dari lingkungan dengan simbol
ataupun materi-materi yang telah tersimpan dalam ingatan jangka panjang
individu tersebut yang ada dalam long
term memory. Aliran behaivorisme mendefinisikan berpikir yaitu sebagai
penguatan antara respon dan stimulus. Aliran asosiasionis mengemukakan bahwa berpikir
sebagai suatu proses yang melibatkan asosiasi antara respon atau bayangan antara
satu respon dan bayangan yang saling berkaitan.
Walgito (2004:195) mengemukakan bahwa aspek
atau indikator dari berpikir yaitu goal
directed, yang berarti berpikir tentang suatu hal untuk mendapatkan pemecahan
masalah atau mendapatkan hal-hal yang baru. Berpikir juga dapat dikatakan
sebagai pemrosesan informasi-informasi dari suatu stimulus yang ada (starting position), hingga pada
pemecahan masalah (problem solving).
Berpikir dapat didefinisikan sebagai suatu proses kognitif yang melibatkan stimulus
dan respon.
Walgito (2004:196) menyatakan bahwa simbol-simbol
yang terdapat dalam berpikir secara umum berupa kata-kata dan bahasa, yakni
bahasa dan proses bepikir mempunyai kaitan yang erat. Bahasa menciptakan
berbagai simbol-simbol yang memungkinkan individu dapat berpikir dengan sangat
sempurna jika dibandingkan dengan makhluk lain di dunia. Bahasa bukan merupakan
alat utama yang dapat digunakan pada proses berpikir, namun masih banyak aspek
yang dapat digunakan dalam proses berpikir yakni bayangan atau gambaran (image).
Walgito (2004:196) mengemukakan bahwa
menggunakan gambaran atau (image)
yang merupakan suatu cognitive map,
yang kemudian memberikan suatu gambaran tentang situasi yang sedang dihadapi.
Gambaran yang diperoleh tersebut, memberikan individu suatu visual map atau cognitive map. Suatu gambaran visual
map atau cognitive map tersebut
yang sering disebut non-verbal thinking.
Individu yang berpikir menggunakan suatu skema tertentu, dikategorikan pula
sebagai non-verbal thinking.
Suharnan (2005:279) menyatakan definisi
berpikir menurut tinjauan informasi dapat dikategorikan menjadi dua bagian yang
bersifat berkesinambungan yakni Lower
order cognition (LOC) adalah komponen-komponen yang berada pada urutan
pertama pada proses-proses kognitif dan bersifat dangkal, sebagai contoh
presepsi. Pengenalan pola dan ingatan yaitu komponen-komponen yang berada pada
urutan akhir dari seluruh proses kognitif pada indidu yakni berpikir,
penalaran,pembentukan konsep, bahasa dan pemecahan masalah. Pemikiran
menggunakan beberapa asumsi, yang pertama pada komponen proses kognitif tidak
dapat dipisahkan antara satu bagian dengan bagian yang lain. Asumsi lain dari
pemikiran yaitu proses kognitif yang berada pada level yang lebih tinggi (HOC)
yang didasarkan pada suatu proses-proses kognitif yang berada pada level yang
lebih rendah (LOC).
Glass dan Holyoak (Suharnan, 2005:280)
mendefenisikan berpikir adalah sebagai bagian dari proses menghasilkan
representasi dari mental pada tahap mengtransfer informasi. Proses tersebut
melibatkan interaksi secara lebih kompleks antara bagian-bagian dari mental
seperti penilaian, abstraksi, imajinasi, penalaran serta pemecahan masalah.
Walgito (2004:196) mengemukakan bahwa berpikir dapat menggunakan suatu
gambaran-gambaran. Gambaran atau image,
namun sebagian besar individu berpikir dengan menggunakan bahasa, yaitu
berpikir dengan menggunakan symbol dari bahasa dengan segala macam syarat atau
ketentuan. Bahasa merupakan alat yang sangat penting dalam berpikir, maka
sering dinyatakan bila individu berada pada proses berpikir, individu tersebut
seperti berbicara dengan diri sendiri.
7.2.1.2 Pemecahan Masalah
Suharnan (2005:282) mengemukakan bahwa masalah adalah suatu hal yang
selalu nampak pada setiap kehidupan individu. Hampir setiap hari individu
dihadapkan pada berbagai macam masalah yang harus segera untuk diatasi.
Berbagai masalah yang terjadi berasal dari berbagai faktor baik dari faktor
eksternal yaitu yang berasal dari lingkungan maupun faktor internal yaitu yang
berasal dari dalam diri individu. Masalah tersebut mulai dari masalah yang
mudah untuk dihadapi sampai pada masalah yang paling sulit untuk dihadapi dan
dari masalah yang sudah jelas (defined
problem) sampai pada masalah yang belum jelas (illdefined problem).
Suharnan (2005:283) menyatakan masalah
sering disebut sebagai kesulitan, hambatan, ketidakpuasan, kesenjangan dan
hambatan. Anderson, dkk (Suharnan, 2005:283) mengemukakan bahwa masalah adalah
suatu kesenjangan antara kondisi saat ini dengan kondisi yang akan dating atau
dengan tujuan yang ingin dicapai. Keadaan saat ini biasa disebut original state, sedangkan kondisi yang
diharapkan biasa disebut final state.
Suatu masalah timbul apabila ada penghalang atau hambatan yang menjadi pemisah
antara present state dengan goal state.
Feynman (Selcuk, Calıskan, & Erol 2008:151) menyatakan bahwa pemecahan masalah didefinisikan sebagai merumuskan dari jawaban-jawaban baru, kemudian melampaui aplikasi sederhana dari aturan yang dipelajari atau pengalaman sebelum peristiwa tersebut untuk menciptakan solusi. Pemecahan masalah merupakan tugas investigasi mengeksplorasi solusi untuk mencapai tujuan dari memberikan informasi. Heller dan Reif (Selcuk, Calıskan, & Erol 2008:151) mengemukakan pemecahan masalah merupakan kegiatan intelektual menuntut kepentingan sentral dalam bebagai bidang ilmu apapun.
Polya (Kalat 2008:300) pemecahan masalah
dapat digambarkan dalam empat bagian yaitu memahami masalah, menyusun rencana, melaksanakan
rencana tersebut, dan melihat ke belakang. Memahami
masalah yaitu memahami ataumengetahui beberapa masalah yang berada di
hadapan dan dapat dinyatakan dengan
jelas masalah yang sedang dihadapi. Solusi terkadang mudah sekali didapatkan
untuk memecahkan suatu masalah. Individu yang tidak mengetahui memecahkan
masalah, secara berlawanan memulai dari strategi yang lebih sederhana dalam
penyelesaian masalah.
Polya (Kalat 2008:302) setelah
individu memahami atau menyederhanakan masalah, individu kemudian menyusun
rencana untuk menyelesaikan masalah tersebut. Penyelesaian masalah memiliki
beberapa rencana antara lain rencana tunggal, atau rencana dalam kedua situasi.
Memecahkan suatu masalah akan lebih cepat jika individu mengenali atau telah
mengalami dan memperoleh pengalaman dari peristiwa terdahulu yang telah
ditemukan pemecahan masalah tersebut. Corte (Kalat, 2008:302) mengemukakan bahwa individu dengan cepat akan
memilih rencana yang tepat. Individu sering gagal untuk mengenali kesamaan
antara satu masalah dan lain, Seperti jika individu telah belajar untuk
menggunakan rumus matematika, individu mungkin tidak menyadari bahwa rumus yang
sama berlaku untuk beberapa masalah di kelas fisika.
Polya (Kalat, 2008:302) individu yang
telah memilih rencana, kemudian individu tersebut perlu mencoba ide-ide yang
telah berada pada pemikiran terdahulu. Individu lalu melihat seberapa baik
dalam bekerja dan dalam menyelesaikan suatu masalah yang sedang dihadapi. Terkadang
ide terlihat baik saat masih ide tersebut masih berupa teoritis sampai individu
mencoba dalam praktek pemecahan masalah. Individu memikirkan cara atau ide
untuk memecahkan masalah, individu tersebut memeriksa kembali, cara yang kemudian
mungkin dipertimbangkan untuk kegunaan lain dari ide atau cara untuk
menyelesaikan suatu permasalahan. Individu dapat menggunakan solusi yang sama
untuk masalah yang lain pada situasi yang sama ataupun berbeda.
Davidson
dan Sternberg (2003:26) Pengetahuan individu berdasarkan pada pengalaman
terdahulu akan mempengaruhi kemampuan individu untuk mendefinisikan masalah
dengan benar. Individu mungkin gagal untuk melihat kemunculan suatu masalah
jika masalah tersebut bertentangan dengan harapan individu yang telah diyakini
terdahulu. Individu memiliki skema tentang suatu masalah, yang terkadang
menyesatkan karena mungkin individu tersebut memiliki kesulitan untuk dapat berpikir
secara fleksibel yang menghambat kemampuan individu untuk berpikir tentang solusi
dalam bentuk atau cara yang lain.
Davidson dan Sternberg
(2003:26) mengemukakan
proses yang terlibat dalam masalah yakni pengakuan, definisi, dan perwakilan
adalah hal yang cukup beragam., Individu untuk dapat melihat masalah harus
secara luas untuk mengumpulkan potongan informasi yang relevan pada suatu
situasi. Tambahan pengetahuan dari pengalaman masa lalu dengan masalah yang
sama juga harus dioleh kembali untuk memudahkan dalam menghadapi masalah pada
situasi sekarang. Perbedaan individu dalam kemampuan kognitif dan kepribadian
mungkin menjelaskan menganai beberapa individu akan lebih baik untuk memecahkan
masalah jika dibandingkan dengan individu lain.
7.2.1.3 Intelegensi
Crider (Azwar, 2011:3)
mendefenisikan intelegensi yang diibaratkan seperti listrik, yang berarti mudah
untuk dapat diukur tetapi hampir mustahil untuk didefenisikan. Hal tersebut
mengandung arti bahwa intelegensi merupakan suatu kekeuatan untuk melakukan
suatu aktivitas. Masyarakat megenal istilah intelegensi sebagai kecerdasan,
kepandaian, ataupun kemampuan dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi.
Thorndike (Azwar, 2011:6) mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan dalam
memberikan respon secara baik dari sudut pandang kebenaran atau berdasarkan
fakta.
Stoddard (Azwar, 2011:6)
menyatakan intelegensi sebagai bentuk dari kemampuan individu dalam memahami
suatu permasalahan. Masalah dapat dikategorikan apabila memuat aspek mengandung
kesulitan atau kesukaran, kompleks atau menyangkut bermacam jenis tugas yang harus
di selesaikan secara baik yang berarti individu mampu menyerap dan
menggabungkan kemampuan yang telah dimiliki untuk menyelesaikan suatu
permasalahan. Aspek lain yang terdapat dalam masalah adalah abstrak yang
berarti yang memiliki simbol atau kode yang memerlukan suatu analisa serta
intrepertasi. Ciri-ciri lain yang terdapat pada intelegensi dalam masalah
adalah ekonomis yakni dapat diselesaikan dengan mengunakan proses mental yang
efisien dalam menggunakan waktu. Tujuan merupakan pula ciri-ciri dari integensi
dalam suatu masalah yang berarti yang dilakukan yang mengacu pada suatu arah
atau memilki target yang jelas. Defenisi lain dari intelegensi dikemukakan oleh
Walters dan Gardner (Azwar, 2011:7) bahwa intelegensi berarti suatu kemampuan
atau serangkaian kemampuan yang memungkinkan individu dalam memecahkan suatu
permasalahan. Flynn (Azwar, 20011:7) menyatakan bahwa integensi adalah
kemampuan untuk dapat berpikir secara abstak dan kesiapan untuk dapat belajar
dari pengalaman terdahulu.
7.2.1.4 Kreativitas
Aldous (2007:176) mengemukakan
defenisi dari kreativitas, yaitu kreativitas dapat dinyatakan dalam berbagai
bentuk seperti teori, puisi, tarian, bahan kimia, proses, atau sebuah simfoni
untuk menyebutkan beberapa bentuk baru yang efektif. Pertimbangan adalah
masalah kreatif yang berhasil memecahkan dilakukan dalam bidang ilmu
pengetahuan dan matematika. Aldous lebih juga mendefinisikan hubungan antara
kreativitas dan pemecahan masalah perlu untuk memeriksa hal yang membuat
pemecahan masalah menjadi kreatif.
Aldous (2007:178) mengemukakan sebuah studi baru pada kreativitas dan
pemecahan masalah yang melibatkan analisis pemecahan masalah yang bersumber
dari beberapa ahli. Aldous kemudian mendefinisikan bahwa kreativitas yang
terlibat interaksi dari tiga kegiatan yaitu interaksi antara penalaran
visual-spasial dan analitis atau lisan. Masalah
dapat dikategorikan menurut jalur yang jelas untuk solusi dari masalah yang terstruktur
dengan baik dan memiliki jalan yang jelas untuk solusi tersebut di dunia nyata.
Masalah memiliki dua kategori mungkin merupakan kontinum kejelasan dalam
memecahkan daripada dua kelas diskrit dengan batas yang jelas antara dua
masalah. Meskipun demikian, kedua kategori tersebut berguna dalam memahami
bagaimana orang memecahkan masalah. Selanjutnya, kita mempertimbangkan setiap
jenis-jenis masalah secara lebih rinci.
Greeno,
Simon, dan Reed (Sternberg & Stemberg 2011:449) menyatakan kesalahan yang
sering terjadi pada individu ketika mencoba untuk memecahkan masalah dengan
baik dan terstruktur. Kesalahan yang sering terjadi tesebut yaitu individu secara
tidak sengaja bergerak mundur, yakni kembali pada keadaan yang lebih jauh dari
tujuan akhir. Individu membuat menyelesaikan masalah secara ilegal. Penyelesaian
masalah secara illegal yaitu sebuah tahapan yang tidak diperbolehkan menurut
ketentuan, seperti sebuah langkah yang mengakibatkan kerugian bagi pihak lain.
Individu tidak menyadari hal yang harus dilakukan selanjutnya, mengingat. Fleck
(Sternberg & Stemberg 2011:453) menemukan bahwa salah studi memiliki
hubungan antara kapasitas kerja memori dan kemampuan untuk memecahkan masalah
secara analitik.
7.2.2
Hipotesis
7.2.2.1
Individu
1. Ada
perbedaan kesalahan pada proses berpikir
individu dalam memecahkan masalah dengan adanya petunjuk (guide).
7.2.2.2
kelompok
1. Ada
perbedaan kesalahan pada proses berpikir
kelompok dalam memecahkan masalah dengan adanya petunjuk (guide).
2. Ada
korelasi antara cara pemecahan masalah melalui tes puzzle (tanpa mengingatkan batasan waktu, pada subjek 1) dengan tes
SPM.
7.3
Metode
Penelitian
7.3.1
Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian Randomized
Experiment and Nonexperimental dengan menggunakan The Basic Randomized Design Comparing Two Treatments and Correlational
Design.
7.3.2
Sarana
Penelitian
Sarana yang digunakan dalam penelitian
ini adalah komputer jinjing dilengkapi dengan program, puzzle, stopwatch, dan addo
check.
7.3.3
Prosedur
Penelitian
Prosedur yang dijalankan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1.
Peneliti mempersiapkan segala sesuatunya termasuk sarana yang
akan digunakan.
2.
Observer
menempati tempat duduk yang telah disediakan.
3.
Peneliti mempersilahkan subjek penelitian (OP)
memasuki tempat penelitian.
4.
Peneliti
memberikan instruksi awal berupa pengantar pada OP.
5.
Peneliti
memberikan instruksi penelitian secara umum sebagai berikut: Subjek pertama
akan hanya akan di beri tahu, di saat instruksi, bahwa waktu yang disediakan
untuk menyelesaikan ketujuh pola adalah 7 menit (tanpa petunjuk). Sedangkan,
subjek kedua akan diberi tahu, di saat instruksi, bahwa waktu yang disediakan
untuk menyelesaikan ketujuh pola adalah 7 menit, dan akan diingatkan tiap menit
bahwa waktu yang tersisa untuk menyelesaikan ketujuh pola sisa ... menit
(dengan petunjuk).
6.
Peneliti
memberikan instruksi akhir berupa penutup pada OP.
7.
Peneliti
mempersilahkan dan menemani keluar OP ruangan.
8.
Peneliti
masuk kembali ke dalam ruangan dan membenahi segala sesuatunya.
9.
Catatan:
Subjek satu akan mengerjakan tugas lain berupa tes yang serupa SPM.
7.4 Hasil
7.4.1 Pencatatan Hasil
7.4.1.1 Individu
Kesalahan
|
A1 68
|
A2 87
|
Keterangan
: A1 = tanpa guide
A2 = dengan guide
7.4.1.2
Kelompok
Data dalam penelitian ini, hipotesis satu di
analisis dengan uji Wilcoxon, sedangkan hipotesis dua dengan menggunakan korelasi
pearson.
7.1.1.1
Kelompok
No.
|
Tester
|
Kesalahan
|
SPM
|
|
A1
|
A2
|
|||
1.
|
Ghoyba
Nirsani
|
145
|
101
|
110
|
2.
|
Dimas
Cakrawijaya
|
64
|
81
|
103
|
3.
|
Dian
Puspitasari
|
68
|
87
|
114
|
4.
|
Khairun
Hidayat
|
3
|
13
|
115
|
5.
|
Ruslin Yusuf
|
48
|
3
|
109
|
6.
|
Siti Mahira
Idham
|
32
|
42
|
116
|
Keterangan: A1 = tanpa guide
A2 = dengan guide
7.4.2
Pengelolahan
Hasil
7.4.2.1
Individu
Hipotesis 1
Uji Wilcoxon
No.
|
Tester
|
Kesalahan
|
Beda
|
R
|
+R
|
-R
|
|
A1
|
A2
|
||||||
1
|
Ghoyba
Nirsani
|
145
|
101
|
44
|
5
|
5
|
|
2
|
Dimas
Cakrawijaya
|
64
|
81
|
-17
|
3
|
3
|
|
3
|
Dian
Puspitasari
|
68
|
87
|
-19
|
4
|
4
|
|
4
|
Khairun
Hidayat
|
3
|
13
|
-10
|
1,5
|
1,5
|
|
5
|
Ruslin Yusuf
|
48
|
3
|
45
|
6
|
6
|
|
6
|
Siti Mahira
Idham
|
32
|
42
|
-10
|
1,5
|
1,5
|
|
Jumlah
|
11
|
10
|
Keterangan : A1 = tanpa guide
A2 = dengan guide
N = 6
Hasil = 10
Tabel two-tailed Wilcoxon 5%
Hipotesis 2
Korelasi Pearson
No.
|
Tester
|
X
|
Y
|
X2
|
Y2
|
XY
|
1
|
Ghoyba
Nirsani
|
145
|
110
|
21025
|
12100
|
15950
|
2
|
Dimas
Cakrawijaya
|
64
|
103
|
4096
|
10609
|
6592
|
3
|
Dian
Puspitasari
|
68
|
114
|
4624
|
12996
|
7752
|
4
|
Khairun
Hidayat
|
3
|
115
|
9
|
13225
|
345
|
5
|
Ruslin Yusuf
|
48
|
109
|
2304
|
11881
|
5232
|
6
|
Siti Mahira
Idham
|
32
|
116
|
1024
|
13456
|
3712
|
Jumlah
|
360
|
667
|
33082
|
74267
|
39583
|
Keterangan: X = Error
Y
= SPM
Penyelesaian:
rxy
=
rxy
=
rxy
=
rxy
=
rxy
=
rxy
= 0.087
df = N-2
= 6-2 = 4
T hitung = 0.087
T tabel
signifikansi 5% = 0
7.4.3
Observasi
7.4.3.1
kondisi
fisik
1. Terdapat
pendingin ruangan yang difungsikan.
2. Subjek
memakai kemeja berwarna biru.
3. Terdapat
beberapa meja dan kursi di dalam ruangan.
7.4.3.2
Kondisi
Psikologis
1. Subjek
mengerakkan kepala keatas dan kebawah ketika tester menanyakan apakah anda
telah mengerti?.
2. Subjek
mengerakkan tangan ke kepala kemudian menggerakkan tangan yang berada di kepala
ke atas dan bawah.
3. Subjek
meggerakkan bibir ke kiri dan ke kanan secara bersamaan.
4. Subjek
mengatakan “susahnya”.
5. Subjek
menggerakkan kaki pada saat mengerjakan tes.
7.5
Pembahasan
7.5.1
Individu
Dari hasil diatas ada perbedaan kesalahan pada proses
berpikir individu dalam memecahkan masalah dengan adanya petunjuk (guide). Hal tersebut berdasar pada hasil
kesalahan A1 (tanpa guide) sebanyak 68 kali kesalahan dan A2 (dengan guide) sebanyak 87 kesalahan, A1>A2,
sehingga hipotesis diterima. Suharnan (2005:341) mengemukakan bahwa berpikir adalah salah satu
aktifitas kognitif yang lebih tinggi (higher
order cognition) dan melibatkan proses kognitif yang lebih rendah (low order cognition) yang terdiri dari
presepsi, ingatan, serta konsep-konsep lain. Proses berpikir secara umum
diarahkan untuk memperoleh suatu pemecahan masalah.
7.5.2
Kelompok
1. Tidak ada perbedaan kesalahan pada proses berpikir kelompok dalam
memecahkan masalah dengan adanya petunjuk (guide). Hal tersebut berdasar
pada nilai uji = 10, nilai tabel two
tiled Wilcoxon 5% = 0, nilai
uji > nilai tabel, sehingga hipotesis ditolak. Suharnan (2005:343) mengemukakan bahwa
strategi yang digunakan dalam menyelesaiakan suatu permasalahan terdiri algoritmik dan heuristic. Algoritmik yaitu
strategi yang telah terjamin dalam menemukan suatu pemecahan. Heuristic yaitu merupakan metode yang masih berupa kecenderung dan
kemungkinan gagal masih nampak.
2. Tidak ada korelasi antara cara pemecahan masalah melalui tes
puzzle (tanpa mengingatkan batasan waktu, pada subjek 1 dengan tes SPM. Hal
tersebut berdasar pada nilai uji T = 0.08 dan nilai tabel signifkansi 5%
= 0, nilai uji > nilai tabel, sehingga hipotesis
ditolak.
Polya (Kalat
2008:302) mengemukakan individu yang telah memilih rencana, kemudian individu tersebut perlu
mencoba ide-ide yang telah berada pada pemikiran terdahulu. Individu lalu
melihat seberapa baik dalam bekerja dan dalam menyelesaikan suatu masalah yang
sedang dihadapi. Setiap individu berbeda dalam
mengemukakan ide dan berbeda dalam memilih rencana dalam mngatasi masalah yang
sedang terjadi.
7.5
Simpulan
7.6.1 Individu
Dari hasil diatas ada perbedaan kesalahan pada proses berpikir individu
dalam memecahkan masalah dengan adanya petunjuk (guide). Hal tersebut berdasar pada hasil kesalahan A1 (tanpa guide) sebanyak 68 kali kesalahan dan A2
(dengan guide) sebanyak 87 kesalahan,
A1>A2, sehingga hipotesis diterima.
7.6.2 Kelompok
1. Tidak ada perbedaan kesalahan pada proses berpikir kelompok dalam
memecahkan masalah dengan adanya petunjuk (guide). Hal tersebut berdasar
pada nilai uji = 10, nilai tabel two
tiled Wilcoxon 5% = 0, nilai
uji > nilai tabel, sehingga hipotesis ditolak.
2. Tidak ada korelasi antara cara pemecahan masalah melalui tes
puzzle (tanpa mengingatkan batasan waktu, pada subjek 1 dengan tes SPM. Hal
tersebut berdasar pada nilai uji T = 0.08 dan nilai tabel signifkansi 5%
= 0, nilai uji > nilai tabel, sehingga hipotesis
ditolak
7.6
Penerapan
dalam Kehidupan Sehari-hari
1. Puzzle
dalam kehidupan sehari-hari melatih kemampuan individu dalam mengatasi berbagai
masalah dalam kehidupan. Polya (Kalat 2008:302) Mengemukakan bahwa setelah individu mengetahui hal yang
menjadi masalah, individu tersebut kemudian menyusun rencana untuk dapat menyelesaikan
masalah tersebut. Pemecahan masalah
akan lebih cepat terselesaikan apabila individu telah mengalami dan telah ada
pengalaman dari peristiwa terdahulu baik itu serupa atau tidak, yang telah
berhasil keluar dari masalah tersebut.
2. Puzzle
dapat berperan untuk meningkatkan kreativitas individu seperti pada seniman. Aldous (2007:176) mengemukakan
defenisi dari kreativitas, yaitu kreativitas adalah berbagai bentuk seperti
teori, puisi, tarian, bahan kimia, proses, atau sebuah harmoni untuk menyebutkan beberapa bentuk baru secara lebih
efektif.
3. Puzzle
melatih daya analisis individu baik dalam menghadapi suatu masalah maupun dalam
mengerjakan suatu daya analisa tinggi seperti mengerjakan soal matematika. Heller dan Reif (Selcuk, Calıskan, & Erol 2008:151)
mendefenisikan bahwa pemecahan masalah merupakan kegiatan intelektual
yang menuntut kepentingan sentral dalam bebagai bidang ilmu. Matematika
merupakan salah satu cabang ilmu yang memerlukan daya konsentrasi dan analisa
yang baik, sehingga puzzle berguna
dalam meningkatkan daya analisis individu dalam kehidupan sehari-hari, seperti
pengerjaan matematika.
4. Penerapan
dari puzzle dapat berperan sebagai motivasi
dan meningkatkan pikiran positif dalam memecahkan berbagai masalah dalam
kehidupan. Suharanan (2005:337) memaparkan bahwa sikap-sikap yang ada pada
proses pemecahan masalah salah satunya adalah berpikir postif baik terhadap
pemecahan masalah maupun pada kemampuan memecahkan masalah.
5. Penerapan
dari puzzle dapat membantu individu
dalam pengambilan keputusan secara cepat dan tepat seperti penerapan strategi
dalam perang. Suharnan (2005:315) menyatakan bahwa salah satu strategi
menyelesaikan masalah adalah dengan forward
search yaitu strategi yang berjalan kedepan yang memulai dari kenyataan yang
dihadapi, kemudian secara bertahap menuju tujuan akhir yang diinginkan. Hal
tersebut sesuai dengan penerapan dalam perang yang berawal dari kenyataan pada
situasi yang di hadapi saat perang berlangsung.
Makassar,
24 Mei 2013
Asisten Pratikum
Peneliti
Tri Sulastri
Dian Puspitasari K
NIM 10714019 NIM 1171040103
DAFTAR PUSTAKA
Aldous, C, R.
(2007) Creativity, problem solving and innovative science: Insights
education journal,
8(2), 176-186.
Azwar, S.
(2011). Psikologi intelegensi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kalat. J.W. (2008).
Introduction to psychology (Edition 8).
North Carolina
State University. Thomson
Learning, Inc.
Selcuk, S,G.,
Calıskan, S., & Erol, M. (2008) The effects of problem solving
instruction on physics achievement,
problem solving, Lat. Aam. j. phys.
Educ.
2, No. 3.
Sternberg,J,R., & Davidson
E, J. (2003) the psychology of problem solving,
New York: United States of America by Cambridge University Press.
Sternberg,
J, R,. Sternberg, K. (2011) Cognitive psychology, (6th ed).
Suharnan.
(2005). Psikologi kognitif. Surabaya:
Srikandi
Walgito, B. (2004). Pengantar
psikologi umum. Yogyakarta: Andi
20
|
Universitas
Negeri Makassar
LAMPIRAN PUZZLE
07/EXP/2013
Penyajian
|
Subjek
|
Umur
|
Pendidikan
|
Seks
|
Waktu
|
A1
|
AA
|
19
|
SMA
|
PRIA
|
7 menit
|
A2
|
DN
|
19
|
SMA
|
PRIA
|
7 menit
|
Keterangan: A1 = Tanpa guide
A2
= guide
No.
|
Subjek
|
Kesalahan
|
Tes SPM
|
Keterangan
|
1.
|
AA
|
68
|
Tanpa guide
|
|
2.
|
DN
|
87
|
114
|
guide
|
Makassar,16 Mei 2013
Peneliti
Dian Puspitasari K
NIM 1171040103
Tidak ada komentar:
Posting Komentar