Senin, 20 Januari 2014

FENOMENA DAN PROBLEMATIKA YANG DIALAMI OLEH SISWA AKSELERASI PADA SMP 1 SUNGGUMINASA, KAB.GOWA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Salah satu cara untuk meningkatkan taraf hidup suatu Negara adalah melalui pendidikan, karena dengan pendidikan, suatu negara dapat meningkatkan kualitas serta mengembangkan potensi sumber daya manusianya. Dalam menyelenggarakan pendidikan, pada awalnya pemerintah telah menetapkan suatu program pendidikan yang bersifat regular yaitu penyelenggaraan pendidikan yang bersifat missal yakni berorientasi pada kuantitas agar dapat melayani siswa sekolah sebanyak-banyaknya. Namun pada kenyataannya program regular ini tidak dapat memenuhi semua kebutuhan siswa dan mempunyai kelemahan yaitu tidak terakomodasinya kebutuhan individual siswa.
Siswa yang relatif lebih cepat penalarannya atau dapat digolongkan sebagai anak berbakat, tidak terlayani secara baik dalam hal pemenuhan kebutuhannya, sehingga potensi yang dimilikinya tidak berkembang secara optimal (underachievement). Sehingga pada tahun 1998/1999 pemerintah mengerluarkan kebijakan untuk membuat program percepatan atau lebih dikenal dengan istilah akselerasi (Supriyantini, 2010).
Program akselerasi memberikan kesempatan bagi para anak berbakat dalam percepatan waktu belajar dari enam tahun menjadi lima tahun pada jenjang SD dan tiga tahun menjadi dua tahun pada jenjang SMP dan SMA. Tujuan umum program ini adalah memberikan layanan kebutuhan peserta didik yang memiliki karakteristik khusus pada segi potensi intelektual dan bakat istimewa agar terlayani sesuai bakat, minat, dan kemampuan. Program akselerasi memiliki muatan positif pada pendidikan secara umum karena menawarkan suatu diferensiasi model pendidikan dengan menempatkan anak didik sesuai kemampuannya. Program akselerasi ini diharapkan menjadi solusi layanan pendidikan bagi anak berbakat. Solusi yang diharapkan diantaranya menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi anak, yaitu sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan belajarnya.
Akselerasi dalam pendidikan memiliki multi nilai dalam mengembangkan potensi manusia, baik daya nalar, kreatifitas, maupun emosional, yang menjadi sebuah kalimat yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Akselerasi, yang dalam pemikiran sebagian orang dianggap sebagai program unggulan dalam pendidikan, ternyata tidak lepas dari berbagai kendala atau permasalahan. Permasalahan yang sering muncul berkaitan dengan masalah perkembangan personal dari anak sendiri, selalu dikaitkan dengan ekslusifitas, kesiapan guru, dan sarana penunjang. Perlu adanya eksplorasi isu dikarenakan dalam tataran implementasi program akselerasi terdapat beragam motivasi dan implementasi. Oleh karena itu, perlu adanya telaah kritis untuk mengkaji dan mencari solusi atas berbagai permasalahan tersebut. Selain itu diperlukan pula eksplorasi isu-isu kritis yang mungkin belum terangkat. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melihat bagaimana fenomena dan problematika yang dialami oleh siswa akselerasi pada SMP 1 Sungguminasa, Kab.Gowa.

B.     Rumusan masalah
Bagiamana fenomena dan problematika yang dialami oleh siswa akselerasi pada SMP 1 Sungguminasa, Kab.Gowa?

C.    Tujuan penelitian
Mengetahui fenomena dan problematika yang dialami oleh siswa akselerasi pada SMP 1 Sungguminasa, Kab.Gowa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Anak berbakat
1.      Pengertian anak berbakat
Imandala (2012) mengemukakan bahwa batasan anak berbakat secara umum adalah anak yang memiliki kemampuan-kemampuan yang unggul dan mampu memberikan prestasi yang tingg. Istilah yang sering digunakan bagi anak-anak yang memiliki kemampuan-kemampuan yang unggul atau anak yang tingkat kecerdasannya di atas rata-rata anak normal adalah anak cerdas, cemerlang, superior, supernormal, genius, dan gifted. Renzulli (1978) menjelaskan bahwa. anak gifted adalah anak yang memiliki kecakapan tinggi mengembangkan gabungan dari ketiga sifat, yaitu kemampuan umum yang tingkatannya di atas kemampuan rata-rata , komitmen yang tinggi terhadap tugas-tugas dan kreativitas yang tinggi.

2.      Layanan Pendidikan Anak Berbakat
a.      Kurikulum
Dedi Supriadi (1992) mengemukakan bahwa perancangan kurikulum mempengaruhi pelayanan bagi pendidkan anak berbakat. Kurikulum berdiferensiasi bagi anak berbakat mengacu pada penanjakan kehidupan mental melalui berbagai program yang akan menumbuhkan kreativitasnya serta mencakup berbagai pengalaman belajar intelektual pada tingkat tinggi. Dilihat dari kebutuhan perkembangan anak berbakat, maka kurikulum berdiferensiasi memperhatikan perbedaaan kualitatif individu berbakat dari manusia lainnya.
Dalam kurikulum berdeferensiasi terjadi penggemukan materi, artinya materi kurikulum diperluas atau diperdalam tanpa menjadi lebih banyak. Secara kualitatif materi pelajaran berubah daalam penggemukan beberapa konsep esensial dari kurikulum umum sesuai dengan tuntutan bakat, perilaku, keterampilan dan pengetahuan serta sifat luar biasa anak berbakat. Dengan demikian, kurikulum pendidikan seyogyanya bisa mengakomodasi dimensi vertikal maupun horizontal pendidikan anak.
Secara vertikal, anak-anak berbakat harus dimungkinkan untuk menyelesaikannya pendidikannya lebih cepat. Secara horizontal, disediakan program pengayaan (enrichment), dimana siswa berbakat dimungkinkan untuk menerima materi tambahan, baik dengan tugas-tugas maupun sumber-sumber belajar tambahan, baik dengan tugas-tugas maupun sumber-sumber belajar tambahan.

b.      Model Pembelajaran
Veron (1979) mengemukakan bahwa untuk layanan pendidikan terhadap anak berbakat terdapat beberapa model yang dapat digunakan, yaitu model pengayaan, segregasi, dan akselerasi. Penjelasan dari mode-model ini adalah sebagai berikut :


a)      Pengayaan (enrichment)
Dalam model enrichment ini anak mendapatkan pembelajaran tambahan sebagai pengayaan.
b)      Segregasi
Anak-anak berbakat dikelompokkan ke dalam satu kelompok yang disebut “ability grouping” dan diberi kesempatan untuk memperoleh pengalaman belajar yang sesuai dengan potensinya.
c)      Akselerasi (acceleration)
Secara konvensional bagi anak yang memiliki kemampuan superior dipromosikan untuk naik kelas lebih awal dari biasanya. Dalam percepatan ini ada beberapa cara yang dapat dilakukan, seperti masuk sekolah lebih awal/sebelum waktunya (early admission) dan loncat kelas (grade skipping).

B.     Akselerasi
1.      Pengertian Akselerasi
Imandala (2012) menyebutkan bahwa istilah akselerasi merujuk pada layanan yang disajikan (service delivery) dan kurikulum yang disampaikan (curriculum delivery). Sebagai layanan, akselerasi pada setiap tahap pendidikan berarti loncatan kelas/tingkat yang lebih tinggi dari masa studi normal. Dan sebagai kurikulum, akselerasi berarti mempercepat bahan ajar dari yang biasa disampaikan kepada kelas regular sehingga peserta didik (akseleran) akan menguasai banyak pengalaman belajar dalam waktu yang sedikit.
Supriyantini (2010) mengemukakan bahwa program akselerasi adalah pemberian pelayanan sesuai potensi siswa yang berbakat dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan program pendidikan dalam jangka waktu yang lebih cepat. Imandala (2012) menjelaskan bahwa program akselerasi adalah program yang memberikan layanan kebutuhan peserta didik yang memiliki karakteristik khusus pada segi potensi intelektual dan bakat istimewa agar terlayani sesuai bakat, minat, dan kemampuan.

2.      Standar Kualifikasi Program Akselerasi
Supriyantini (2010) mengemukakan bahwa kualifikasi yang diharapkan dapat dihasilkan melalui program akselerasi adalah peserta didik yang memiliki kualifikasi kemampuan sebagai berikut:
a.       Kualifikasi perilaku kognitif, yaitu daya tangkap cepat, mudah dan cepat dalam memecahkan masalah secara kritis.
b.      Kualifikasi perilaku kreatif, yaitu rasa ingin tahu, imajinatif, dan berani mengambil resiko.
c.       Kualifikasi perilaku keterikatan terhadap tugas, seperti tekun, bertanggung jawab, disiplin, kerja keras, keteguhan dan daya juang.
d.      Kualifikasi perilaku kecerdasan emosi, seperti pemahaman diri sendiri, pemahaman terhadap orang lain, pengendalian diri, kemandirian dan penyesuaian diri.
e.       Kualifikasi perilaku kecerdasan spiritual, yaitu pemahaman dari apa yang harus dilakukan peserta didik untuk mencapai kebahagiaan diri dan orang lain disekitarnya.
3.      Tujuan Program Akselerasi
Hawadi (2004) mengemukakan bahwa penyelenggaraan program akselerasi atau percepatan belajar secara umum bertujuan untuk:
a.       Memberikan pelayanan terhadap peserta didik yang memiliki karakteristik khusus dari aspek kognitif dan afektifnya.
b.      Memnuhi hak asasi selaku peserta didik sesuai dengan kebutuhan pendidikan.
c.       Memnuhi minat intelektual dan perspektif masa depan peserta didik.
d.      Menyiapkan peserta didik menjadi pemimpin masa depan.
e.       Menghargai peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa untuk dapat menyelesaikan pendidikan lebih cepat.
f.       Memacu kualitas dan mutu siswa dalam meningkatkan kecerdasan spiritual, intelektual dan emosional secara berimbang,
g.      Meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran peserta didik.

3.      Keuntungan dan Kelemahan Program Akselerasi
Supriyantini (2010) mengemukakan bahwa keuntungan dari program akselerasi adalah mampu menyediakan kesempatan pendidikan yang tepat bagi siswa yang cerdas. Sehingga proses yang terjadi dalam kelas akan memungkinkan siswa untuk memelihara semangat dan gairah belajarnya. Program akselerasi membawa siswa pada tantangan yang berkesinambungan yang akan menyiapkan mereka menghadapi pendidikan selanjutnya. Melalui program akselerasi, peserta didik diharapkan mampu memasuki dunia profesional pada usia muda dan memperoleh kesempatan untuk bekerja secara produktif.
Hawadi (2004) mengemukakan bahwa terdapat empat kelemahan yang berpotensi negatif dalam program akselerasi bagi anak berbakat, yaitu:
a.       Segi akademik
a)      Bahan ajar yang diberikan mungkin saja terlalu jauh bagi siswa sehingga ia tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan yang baru, dan akhirnya menjadi seorang siswa dalam kategori sedang.
b)      Prestasi yang ditampilkan siswa pada waktu proses identifikasi bisa jadi merupakan fenomena sesaat saja.
c)      Siswa akselerasi kurang matang secara social, fisik dan juga emosional untuk berada dalam tingkat kelas yang tinggi meskipun memenuhi kualifikasi secara akademis.
b.      Segi penyesuaian sosial
a)      Siswa akselerasi didorong untuk berprestasi secara akademis, sehingga akan mengurangi waktunya dalam melakukan aktivitas lain.
b)      Siswa akselerasi akan kehilangan aktivitas dalam masa-masa hubungan sosial yang penting pada usianya.
c.       Penyesuaian emosional
a)      Siswa akselerasi mungkin saja merasa frustrasi dengan adanya tekanan dan tuntutan yang ada. Pada akhirnya, mereka akan merasa sangat lelah sehingga menurunkan tingkat apresiasinya dan bisa menjadi siswa yang underachiever.
b)      Siswa akselerasi akan mudah frustrasi dengan adanya tekanan dan tuntutan berprestasi. Siswa yang mengalami sedikit kesempatan untuk membentuk persahabatan pada masanya akan menjadi terasing atau agresif terhadap orang-orang yang ada disekitarnya.
c)      Adanya tekanan untuk berprestasi membuat siswa akseleran kehilangan kesempatan untuk mengembangkan hobinya.

4.      Permasalahan yang dialami oleh Siswa Akselerasi
Yakub dan Saam (2012) mengemukakan bahwa masalah utama dalam program akselerasi adalah bila dilakukan dengan tergesa-gesa, anak tersebut dapat saja belum siap atau matang, baik secara fisik maupun emosi untuk masuk atau dapat diterima dengan teman-temannya yang lebih tua, hal ini dapat berdampak kepada berbagai masalah yang dialami mereka tak terkecuali masalah dalam belajar. Di dalam penelitiannya terhadap siswa akselerasi pada SMP Dumai, Yakub dan Saam (2012) menemukan bahwa terdapat lima permasalahan yang sering dialami oleh siswa yang masuk program kelas akselerasi, yaitu:
a.       Siswa kelas akselerasi dan siswa kelas unggulan ternyata tidak terbebas dari masalah belajar, masalah utama yang di alami mereka hampir sama yaitu kebiasaan dan sikap dalam belajar yang jelek, dimana hampir dari separuh mereka mengalaminya.
b.      Masalah utama yang dirasakan pada motivasi belajar oleh siswa akselerasi dan unggulan adalah catatan pelajaran yang tidak lengkap dan buku-buku pelajaran yang sulit dimengerti.
c.       Masalah kebiasaan dan sikap dalam belajar yang paling dirasakan oleh siswa kelas akselerasi dan unggulan adalah mereka tidak suka pelajaran yang bersifat perhitungan dan pada saat belajar kurang memperhatikan guru.
d.      Masalah cara belajar yang paling dirasakan oleh siswa kelas akselerasi dan unggulan adalah tidak mau memberikan tanggapan sewaktu pelajaran berlangsung dan tidak mempunyai minat yang tinggi dalam semua mata pelajaran.
e.       Masalah sarana dan prasarana pembelajaran yang paling dirasakan adalah materi pelajaran yang diberikan tidak berurutan dan materi pelajaran yang diberikan tidak menarik karena tidak dilengkapi dengan media pembelajaran.



BAB III
METODE PENELITIAN

A.      Pendekatan Penelitian
      Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Creswell (2010) mengemukakan pengertian penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang dianggap dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema umum, dan menafsirkan makna data. Laporan akhir untuk penelitian ini memiliki struktur atau kerangka yang fleksibel. Siapa pun yang terlibat dalam bentuk penelitian ini harus menerapkan cara pandang penelitian yang bergaya induktif, berfokus pada makna individual, dan menerjemahkan kompleksitas suatu persoalan.

B.     Subjek Penelitian
      Dalam penelitian ini, karakteristik dan jumlah subjek adalah siswa akselerasi SMP 1 Gowa. Sumber data yang di kumpulkan untuk penelitian dari subjek penelitian, dalam hal ini adalah Siswa SMP 1 Gowa yang mengikuti program akselerasi atau program percepatan belajar.


C.    Tahap – Tahap Penelitian
1.Tahap Persiapan
      Pedoman wawancara yang dikembangkan dalam penelitian ini berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan, sehingga pertanyaan yang diajukan relevan dengan masalah penelitian.
2.Tahap Pelaksanaan
      Sebelum dilakukan pengumpulan data, peneliti menghubungi dan membuat janji dengan pihak sekolah subjek terlebih dahulu untuk melakukan wawancara. Penelitian ini dilaksanakan di kota Makassar. Lokasi penelitian di SMP 1 Gowa yang dimana memiliki program akselerasi. Penelitian yang dilakukan merupakan tempat dimana subjek menjalani rutinitas sekolah. Hal tersebut didasarkan atas kesepakatan antara subjek dan peneliti Setelah bertemu dengan subjek pihak sekolah dan, peneliti memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari penelitian. Saat pelaksanaan, peneliti melakukan observasi, mencatat  semua jawaban yang diberikan oleh subjek dan merekam suara subjek. Setelah peneliti melakukan wawancara dan observasi, peneliti menganalisis data yang ada kemudian membuat verbatim dan membuat open coding.
3.Teknik Pengumpulan Data
      Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan tipe wawancara. Wawancara seperti percakapan sehari-hari dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tehnik ini dapat berubah tergantung pada tingkatan wawancara yang telah terstruktur. Teknik ini dapat berubah tergantung pada tingkatan wawancara yang telah terstruktur sebelumnya.
4.Alat Bantu Pengumpul Data
      Dalam penelitian, informasi atau data yang dibutuhkan bisa dalam bentuk verbal dan non verbal. Oleh sebab itu dalam melakukan observasi dan wawancara peneliti memerlukan beberapa alat bantu yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mempermudah proses jalannya suatu penelitian. Beberapa sarana atau instrumen yang digunakan adalah menggunakan media perekam suara, catatan atau tulisan tangan, pedoman wawancara, dan pedoman observasi.

D. Teknis Analisis Data
      Data yang diperoleh akan di analisa dengan menggunakan teknik analisa data kualitatif. Adapun tahapan tersebut adalah mengorganisasikan data, mengelompokkan data, analisis kasus, dan menguji asumsi. Berikut ini adalah langkah-langkah analisis data yang dilakukan oleh peneliti :
1.Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis. Langkah ini melibatkan transkripsi wawancara, men-scanning materi, mengetik data lapangan, atau memilah-milah dan menyusun data tersebut ke dalam jenis-jenis yang berbeda tergantung pada sumber informasi.
2.Membaca keseluruhan data. Pada tahap ini, peneliti menulis catatan catatan khusus atau gagasan-gagagsan umum tentang data yang diperoleh.
3.Menganalisis lebih detail dengan meng-coding data. Coding merupakan proses mengolah materi atau informasi menjadi segmen-segmen tulisan sebelum memaknainya (Rossman & Rallis, 1998, dalam Creswell,2010:276)
4.Menerapkan proses coding untuk mendeskripsikan setting, orang-orang, kategori-kategori, dan tema-tema yang akan di analisis. Deskripsi ini melibatkan usaha penyampaian informasi secara detail mengenai orang-orang, lokasi-lokasi atau peristiwa-peristiwa dalam setting tertentu.
5.Mendeskripsikan tema-tema atau menyajikan kembali dalam sebuah narasi atau laporan penelitian.
6.Keabsahan Data
      Sugiyono mengemukakan bahwa temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan yang sesungguhnya terkjadi pada subjek penelitian.
      Lincoln dan Guba mengemukakan beberapa kriteria yang digunakan untuk meyakinkan bahwa data yang diperoleh di lapangan merupakan data yang akurat dan dapat dipercaya. Kriteria tersebut sebagai berikut:
a.       Kepercayaan (credibility)
      Ada lima teknik utama untuk mengecek kredibiltas data, yaitu dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang lebih memungkinkan temuan atau interpretasi dapat dipercaya melalui perpanjangan penelitian, pengamatan yang terus menerus dan triangulasi, pengecekan eksternal pada proses inkuiri melalui diskusi dengan teman sejawat atau ahli, melakukan analisis kasus negatif, kecukupan referensial, pengkajian realita ganda dari objek yang diteliti.


b.      Keteralihan (transferability)
      Peneliti dalam laporannya harus memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Bila laporan penelitian memperoleh gambaran yang jelas dan hasil penelitian dapat diberlakukan pada kelompok yang sama maka laporan tersebut memenuhi standar transefrabilitas.
c.       Kebergantungan (dependability)
      Dalam penelitian kualitatif, uji dependabiliti dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Caranya dilakukan oleh auditor yang independen atau pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktifitas peneliti dalam melakukan penelitian. Bagaimana peneliti mulai menentukan masalah penelitian, memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan uji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan penelitian.
d.      Kepastian (confirmability)
      Dalam penelitian kualitatif uji konfirmabiliti mirip dengan uji dependabiliti. Menguji konfirmabiliti berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar konfirmabiliti



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil Observasi dan Wawancara
1.    Gambaran umum subjek
      Subjek pertama dalam penelitian ini merupakan subjek yang berusia 11 tahun. Merupakan siswa SMP 01 Gowa. Subjek berkulit cokelat, berambut lurus, subjek mempunyai mata yang bulat, serta alis yang tebal. Pada saat wawancara subjek memakai seragam olaraga sekolah.
      Subjek kedua merupakan siswa berusia sekitar 11 tahun. Subjek berkulit cokelat, memakai jilbab putih subjek mempunyai mata yang bulat, serta alis yang tipis. Pada saat wawancara subjek memakai seragam olaraga sekolah.
Subjek ketiga merupakan guru dan wali kelas siswa akselerasi SMP 01 Gowa. Subjek berkulit putih, memakai jilbab hitam subjek mempunyai mata yang bulat, serta alis yang tipis. Pada saat wawancara subjek memakai seragam pegawai negeri sipil.

B.     Pembahasan
Bagiamana fenomena dan problematika yang dialami oleh siswa akselerasi pada SMP 1 Sungguminasa, Kab.Gowa?
Terdapat kesamaan jawaban dari dua  subjek. Kedua subjek menyatakan bahwa masalah yang mereka hadapi pada kelas akselerasi yaitu masalah pergaulan social yang terkadang dianggap sebagi kelas eksekutif yang berbeda dari kelas regular yang ada.
Eeee ..kebetulan, kan kita sudah diceritakan sama guru-guru katanya aksel dulu itu terisolasi, mereka tidak bergabung dengan anak regular. Tapi kita ini, angkatan kami kita tetapji bergabung dengan yang lain supaya kita bisa dapat informasi lebih banyak”. (Ts12)

Terkadang juga siswa yang berada di kelas akselerasi mendapatkan ejekan dari teman teman satu sekolahnya yang berada dikelas regular. Hal ini dikarenakan perbedaan kelas khusus akselerasi yang di nilai memiliki kemampuan diatas rata-rata dari mereka yang berada di kelas regular atau kelas biasa.
“Biasanya saya kak kalau di bilangi begitu biasa sakit hatiku kayak mau menangis. Tapi kalau terakhirnya dia minta maaf yah saya maafkan ji juga k. biasa juga kalau tidak minta maaf na bilangji bercandai, nah tidak sedih ika lagi k”. (s54)

Kemudian menurut guru sekaligus wali kelas dari siswa akselerasi mengungkapkan bahwa masalah yang biasa timbul pada siswa akselerasi adalah masalah akademik, yaitu ada salah satu mata pelajaran pada siswa yang kurang jika dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Siswa akselerasi di tuntut memiliki kemampuan yang diatas rata-rata dari siswa regular dan kemampuannya tersebut haruslah sama rata disetiap mata pelajaran. Hal ini di nilai akan mengganggu perkembangan pada aspek lainnya.

“Aaa iyya! Pastilah ada. Aa masalah akademik kadang-kadang ada anak yang kurang disalah satu mata pelajaran itu kami komunikasikan pertama oleh guru mata pelajaran ke wali kelas, wali kelas nanti hubungi orang tua bagaimana mencari solusi dari masalah yang anak hadapi itu. Jadi saya kadang-kadang orangtua juga komunikasi langsung dengan guru mata pelajaran terkait dengan masalah yang dihadapi oleh setiap anak tersebut. Kami lakukan itu konseling multi arah guru mata pelajaran ke wali, wali kelas ke orang tua kembali lagi misalnya ke guru mata pelajaran. Kalau masalah akademik jarang dikonseling ke BK”. (wawncara dgn guru w4)

Dari jawaban yang dilontarkan subjek maka dapat disimpulkan bahwa siswa-siswa akselerasi tidak jauh berbeda dengan siswa-siswa yang berada pada kelas regular lainnya. Permasalahan yang muncul pada siswa kelas akselerasi adalah pada masalah social dimana mereka dianggap eksklusif dan berbeda dari anak kelas regular. hal ini di karenakan siswa akselerasi dianggap memiliki kemampuan diatas siswa lainnya sehingga menimbulkan sikap diskriminasi siswa regular terhadap kemampuan lebih yang dimilki siswa akselerasi berupa ejekan-ejekan. Hawadi (2004) mengemukakan bahwa siswa akselerasi kurang matang secara social, fisik dan juga emosional untuk berada dalam tingkat kelas yang tinggi meskipun memenuhi kualifikasi secara akademis.
Masalah lain yang nampak dari siswa kelas akselerasi yaitu terkadang siswa-siswa akselerasi memiliki kelemahan pada salah satu mata pelajaran tertentu. Hal ini dianggap bahwa kelemahan tersebut akan menghambat proses dan perkembangan mereka pada pelajaran-pelajaran lainnya. Kemudian Segi penyesuaian social Siswa akselerasi didorong untuk berprestasi secara akademis, sehingga akan mengurangi waktunya dalam melakukan aktivitas lain. seperti yang dikemukakan oleh subjek dalam hal ini guru siswa kelas akselerasi.

“Ya memang betul, tidak banyak waktu yang kita berikan untuk mereka melakukan kegiatan-kegiatan organisasi yang ee kami anggap bahwa itu jika mereka lakukan e pulang sekolah karena kalau di sekolah itu dilakukan mengikuti kegiatan-kegiatan itu proses bimbingannya juga full diperpadat sehingga satu kali saja mereka tidak belajar itu kami akan mengganti diluar jam pelajaran lain………”. (wawancara dengan guru W13)

Siswa akselerasi akan mudah frustrasi dengan adanya tekanan dan tuntutan berprestasi. Siswa yang mengalami sedikit kesempatan untuk membentuk persahabatan pada masanya akan menjadi terasing atau agresif terhadap orang-orang yang ada disekitarnya. Adanya tekanan untuk berprestasi membuat siswa akseleran kehilangan kesempatan untuk mengembangkan hobinya.



BAB V
PENUTUP
A.                Kesimpulan

1.      Siswa-siswa akselerasi tidak jauh berbeda dengan siswa-siswa yang berada pada kelas regular lainnya. Permasalahan yang muncul pada siswa kelas akselerasi adalah pada masalah social dimana mereka dianggap eksklusif dan berbeda dari anak kelas regular. hal ini di karenakan siswa akselerasi dianggap memiliki kemampuan diatas siswa lainnya sehingga menimbulkan sikap diskriminasi siswa regular terhadap kemampuan lebih yang dimilki siswa akselerasi berupa ejekan-ejekan.
2.      Masalah lain yang nampak dari siswa kelas akselerasi yaitu terkadang siswa-siswa akselerasi memiliki kelemahan pada salah satu  mata pelajaran tertentu. Hal ini dianggap bahwa kelemahan tersebut akan menghambat proses dan perkembangan mereka pada pelajaran-pelajaran lainnya. Kemudian Segi penyesuaian social Siswa akselerasi didorong untuk berprestasi secara akademis, sehingga akan mengurangi waktunya dalam melakukan aktivitas lain.

B.                 Saran
Dari hasil penelitian mengenai fenomena dan problematika yang dialami oleh siswa akselerasi pada SMP 1 Sungguminasa, Kab.Gowa, maka saran yang diajukan peneliti terhadap penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.                  Untuk orang tua .
      Dianjurkan untuk memaknai akselerasi sebagai program percepatan belajar untuk anak yang benar-benar memiliki kemampuan agar tidak menimbulkan problematika pada perkembangan anak itu sendiri karena keterpaksaan mengikuti system belaajr yang diluar dari kemampuannya.

2.                  Untuk penelitian selanjutnya.
      Agar dapat mengembangkan penelitian mengenai fenomena dan problematika yang dialami oleh siswa akselerasi, dan menggali lebih dalam faktor yang dapat mempengaruhi problematika yang dialami oleh siswa akselerasi.




DAFTAR PUSTAKA
Chaplin, J.P. (2008). Kamus lengkap psikologi. Raja Grafindo Persada : Jakarta
Creswell, John W. 2010. Research Design: Pendekatan kualitatif, kuantitatif dan  
mixed. (Penerjemah: Achmad Fawaid). Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Dedi Supriadi, (1992), Perspektif Psikologis dan Sosial Pendidikan Anak-Anak Berbakat. Makalah Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia II IKIP Medan.

Hawadi, R.A. 2004. Akselerasi (A-Z) Informasi Program Percepatan Belajar dan Anak Berbakat Intelektual. Jakarta: PT.Gramedia Indonesia

Imandala, I. (2012). Isu-isu Kritis Program Akselerasi bagi Anak Berbakat. Tim Pengembang Kurikulum PK-PLK Bidang Pendidikan Luar biasa Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat

Koeswara.(1998). Motivasi, Teori dan Penelitiannya. Bandung: Angkasa.
            Moleong, J.

Renzulli, J. S. (1978). What makes giftedness. Re – examining a definition. USA: University of Connecticut.

Saam, Z. & Yakub, E. (2012). Analisis Masalah –Masalah Belajar yang dialami oleh Siswa Kelas Akselerasi dan Unggulan di SMP Negeri Kota Dumai. Jurnal pendidikan. Vol. 3, No. 2.

Supriyantini, S. 2010. Perbedaan Kecemasan Dalam Menghadapi Ujian antara Siswa Program Reguler dengan Siswa Program Akselerasi. Skripsi (tidak diterbitkan). Medan: Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Medan.

Veron, Philip E. (1979), The Psychology and Education of Gifted Children. London: Methuen & Co. Ltd.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar